Semarang – Tidak perlu ragu untuk urusan kuliner di Kota Semarang, banyak sekali tempat makan enak yang rasanya autentik. Salah satunya adalah Ayam Goreng Pak Supar di Jl. Moh. Suyudi No.48, Miroto, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang. Tempat makan legendaris ini sudah berdiri sejak tahun 1974, sudah tidak diragukan lagi untuk cita rasa setiap menu yang dihidangkan.
Hanya ada dua menu lauk yang mereka sediakan, yaitu ayam goreng dan sop buntut. Sisanya hanya penunjang seperti nasi, sambel, kerupuk, dan makanan pelengkap lainnya. Walau hanya dua menu, ditambah makanannya juga sangat mainstream dan mudah ditemui dimanapun. Namun daya tarik dari Ayam Goreng Pak Supar ini tidak bisa dibendung. Ada ciri khas yang tidak bisa didapatkan di tempat makanan manapun, rasa gurih, empuk pada ayamnya sangat menggugah selera.
Hampir 50 tahun berdiri, cita rasa yang konsisten selalu disajikan oleh orang dalamnya Ayam Goreng Pak Supar. Rasa ayam kampung yang empuk, lembut, dan bumbu-nya sangat ngeresep. Dari kulit, daging, hingga tulang rasanya sama-sama gurih, sangat mudah untuk memakannya karena memang empuk. Begitupula dengan daging pada sop buntutnya, rasa kuah yang sangat khas ditambah daging sapi yang empuk dan meresap, membuat menu sop buntut selalu menjadi pilihan para pembeli. “Cara masaknya yang membuat ayam ini berbeda daripada yang lainnya”, ungkap salah satu pegawai Ayam Goreng Pak Supar sambil menggoreng ayam untuk konsumen yang sudah menunggu lama.
Untuk rincian harganya sekitar 50 – 100 ribu untuk per orangnya. Satu potong ayam memiliki harga 25 ribu, dan sop buntut 65 ribu. Bisa dibilang cukup mahal dibanding kompetitor lain, namun rasa yang disajikan tidak bisa terkalahkan.
Harus Siap Menunggu
Pengunjung yang sudah kelaparan di level yang tinggi, harus setidaknya nyemil terlebih dahulu, karena sangat jarang restoran ini sepi. Pasti harus mengantri dan menunggu untuk mendapatkan tempat duduk dan bisa menikmati ayam goreng legendaris ini. Dari pelayan Ayam Goreng Pak Supar sendiri sudah menyediakan nomor antrian yang sudah dilaminating dan segera diberikan kepada pengunjung yang baru datang. Tenang, jika memang kelaparan ada banyak penjual asongan yang menawarkan kudapan seperti rujak, risol, bahkan buah-buahan. Selain itu, selama menunggu akan ditemani dengan alunan musik dari seniman jalanan yang akan bernyanyi sambil bermain gitar. Tak hanya gitar, alunan ketukan cajon juga turut menyertainya. Maka tidak akan merasa bosan dalam menunggu, yang terpenting siapkan waktu lebih jika ingin mampir.
Tempat dan Suasana
Keterbatasan tempat memaksa para pengunjung untuk menunggu, salah satu cara untuk menanggulanginya adalah dengan membuka cabang. Awalnya hanya buka di Jl. Moh Suyudi, namun sekarang ada cabang di Jl MH Thamrin, Semarang Tengah. Namun tempat awal yang memang legendary ada di Jl Moh Suyudi. Tempatnya tidak besar, hanya sekitar 10 meja yang cukup panjang, itupun jarak antar meja sangat mepet. Tak jarang pengunjung harus sharing tempat, terutama bila baru sedikit yang makan di meja tersebut. Maka kebersamaan antar orang dari berbagai latar belakang secara tidak langsung terbentuk dari sini.
Ketika sudah mendapatkan tempat duduk, pelayan langsung memberikan ayam dalam jumlah yang cukup banyak. Lalu menanyakan berapa pesanan sop buntut, nasi, dan minum. Lalu tidak sampai 3 menit makanan semuanya sudah tersaji. Semuanya sudah disiapkan hanya tinggal diantarkan. Pelayanannya sangat cepat dan ramah, itulah nilai jual yang terus mereka pertahankan.
Udara panas Semarang ditambah ramainya orang membuat sensasi tersendiri ketika makan di restoran ini langsung. Ditambah sambal bawang yang pedas, membuat keringat bercucuran, itulah sensasi yang dirindukan terutama dari para wisatawan yang sengaja hadir ke Semarang untuk mencicipi kuliner ini.
Tempat makan yang menyajikan sajian yang autentik dan legendaris ini harus kerap dipertahankan. Ini menjadi nilai jual bagi ekonomi Indonesia, serta menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal dan internasional.