Jakarta – Pengajar Filsafat dan Etika Frans Magnis Suseno atau yang akrab disapa Romo Magnis menyoroti isu dinasti politik di Tanah Air. Menurutnya, kondisi Indonesia saat ini dalam kondisi yang cukup berbahaya.
Ia menyampaikan saat ini kemiskinan bertambah, penguasa tanpa malu membangun dinasti politik keluarga, pengadilan tidak independen, serta korupsi merajalela di Indonesia.
“Kita dalam situasi yang cukup serius,” kata Romo Magnis dalam keterangan tertulis, Rabu (15/11/).
Romo Magnis mengatakan 50 persen penduduk Indonesia belum sejahtera betul. Bahkan 9 persen masyarakat berada dalam garis kemiskinan serius.
Ia menilai kondisi itu akan membuat wajar apabila rakyat mencari ideologis lain selain Pancasila.
“Jadi, kita menghadapi ancaman perpecahan vertikal antara orang kecil yang masih menunggu sebenarnya di mana janji Indonesia ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memandang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kini mengancam demokrasi Indonesia. Menurutnya, oligarki yang menguat berdampak pada kondisi korup dalam negeri sehingga pelaku politik juga memperkaya diri dan melupakan rakyat.
“Dan tahun-tahun terakhir dengan dukungan presiden mengebiri KPK. Penguasa tanpa malu mencoba membangun dinasti keluarga dan kekuasaan keluarga. Saya ulangi yang dibilang tadi yang gawat kalau orang tidak melihat bahwa itu tidak beres,” papar Romo Magnis.
“Kalian tahu itu tidak beres dan coba-coba kita masih bisa mengerti itu. Tetapi tidak beres dan kita di tangan orang seperti itu, ya, berbahaya juga. Ada ancaman terhadap independensi yustisi di Indonesia itu gawat. Masyarakat tidak akan kerasan di negara ini bahwa tidak percaya di pengadilan akan dapat keadilan,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Romo Magnis mengaku sudah ragu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika tidak mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) atas UU KPK. Bersama 70 orang, ia mengaku sudah datang ke Istana untuk menghadap Jokowi terkait UU KPK yang baru dibatalkan lewat Perppu.
“Saya tidak terlalu banyak ngomong di situ, presiden mendengarkan dengan penuh perhatian. Ada orang seperti Emir Salim, sahabat saya Almarhum Azyumardi Azra dan selama dua jam kami minta presiden supaya pakai Perppu,” ungkapnya.
Ia menilai Perppu itu penting agar KPK kembali kuat dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Namun sayang, lanjutnya, Presiden Jokowi tidak menghiraukan permintaan para tokoh bangsa.
“Presiden mendengarkan tetapi tidak menghiraukan. Di situ saya mulai ragu-ragu. Kok, kepentingan apa untuk mengebiri KPK,” tandasnya.