Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi menegaskan tentang pentingnya penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 dengan mengedepankan demokrasi yang luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
Baidowi berharap masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak menggunakan dan melakukan intervensi kepada lembaga negara untuk kepentingan pribadi.
“Jangan sampai ada penggunaan struktur negara, aparatur negara untuk kemenangan calon-calon tertentu, kalau itu digunakan akan chaos dan kasihan demokrasi yang sudah kita usung sangat maju ini dirusak oleh misalkan karena hasrat kekuasaan,” kata Baidowi dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Bersama Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu’ di Media Center Parlemen di Jakarta, Kamis (9/11).
Menurutnya demokrasi yang sudah diusung bersama sudah sangat maju sekarang ini, jangan sampai dirusak oleh karena hasrat kekuasaan. Baidowi pun menyinggung soalnya peristiwa drama politik akhir-akhir ini yang menurutnya arahnya pada pasangan capres cawapres pihak tertentu.
Dia menyebut drama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu lembaga struktur negara, soal dibolehkannya capres cawapres di bawah usia 40 tahun asalkan pernah menjadi kepala daerah yang mendapat kecaman banyak masyarakat.
“Memang kemudian di pemilu kita ini, terlalu banyak ada drama-drama, drama Korea (drakor), saya tak tahu siapa yang menciptakan drakor dan siapa yang drakor. Siapa yang menjadi korban, karena sudah nggak jelas sekarang, antara pencipta, pelaksana, pelaku drakor dengan penikmat drakornya sama,” ungkapnya.
Kendati demikian, Baidowi yang merupakan Politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga Wakil ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini mengapresiasi hiruk pikuk pemilu saat ini yang agak berkurang dibanding Pemilu 2019 yang faktanya membuat rakyat terbelah.
“Kami berharap kondisi ini terus terjaga, karena kita diberi ruang memberikan kritik dan semacamnya, silahkan saja dan itu digunakan untuk mengkritisi putusan MK yang berakibat pada Gibran menjadi cawapres,” ucap Baidowi.
Di sisi lain, pengamat politik Ujang Komarudin yang juga menjadi narasumber diskusi, menekankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu, termasuk aparat pemerintah mesti berdiri di semua golongan.
“Enggak bisa condong ke A atau ke B, kita menyaksikan Pemilu 2019 yang lalu kan sangat ketara,” ujarnya.