Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti banyaknya anak yang putus sekolah karena permasalahan ekonomi. Ia pun mengingatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menyediakan akses pendidikan yang seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia.
“Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dengan memberikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas, sebagai kunci dalam upaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan maju di Indonesia,” kata Puan, Rabu (1/11).
Ia khawatir atas munculnya fenomena anak-anak yang putus sekolah. Diketahui, faktor penyebab terbesar adalah kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Berdasarkan data Susenas yang diolah Bappenas tahun 2022, anak usia sekolah (7-18 tahun) yang tidak bersekolah mencapai 4.087.288 anak. Angka tersebut dinilai meningkat jika dibandingkan dengan 3.939.869 anak pada tahun 2021.
Jika total anak putus sekolah tahun 2022 diuraikan, ada 491.311 anak usia sekolah yang drop out pada tahun ajaran baru. Lalu 252.991 anak putus sekolah di tengah jenjang dan 238.320 anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi pada tahun ajaran baru. Kemudian, 3.356.469 anak usia sekolah tercatat sudah drop out pada tahun-tahun ajaran sebelumnya.
Berkaca dari peristiwa tersebut, Puan mengingatkan Pemerintah supaya fokus menyelesaikan isu anak yang putus sekolah. “Kita tidak ingin angka anak putus sekolah di Indonesia bertambah panjang,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Oleh karenanya, Puan menekankan urgensi peningkatan dan pemerataan akses pendidikan yang harus dilakukan Pemerintah. Ia mengingatkan akses pendidikan untuk rakyat merupakan amanat konstitusi. “Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Ini adalah amanat UUD 1945 yang harus dijalankan oleh Pemerintah,” tegas Puan.
Ia menyebut, setiap anak berhak memiliki kesempatan yang setara untuk memperoleh pendidikan berkualitas tanpa terkendala apapun. Ia mengingatkan pendidikan menjadi modal terciptanya SDM unggul negara.
“Dengan fokus yang tajam pada pemerataan akses pendidikan, diharapkan langkah-langkah tersebut akan membantu menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang di tanah air,” imbuhnya.
Menurut Puan, setiap kebijakan yang diambil Pemerintah harus menjamin setiap anak memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak, terlepas dari kondisi ekonomi keluarga. Ia pun mendorong adanya program khusus bagi pengentasan anak putus sekolah di luar program-program terkait pendidikan yang saat ini sudah ada seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program penyerapan Dana Alokasi Umum (DAU).
“Karena masalah pendidikan anak yang dihadapi masyarakat bukan hanya sekadar biaya sekolah yang gratis. Ada berbagai kendala lain seperti orangtua tidak mampu membeli seragam, ATK, dan kebutuhan sekolah lainnya. Ini belum termasuk ongkos yang harus diberikan orangtua kepada anaknya. Maka bantuan-bantuan seperti ini yang harus ditingkatkan. Karena dukungan sosial pendidikan sangat membantu masyarakat yang membutuhkan,” papar Puan.
Lebih lanjut, ia menegaskan pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pengujian berkala yang harus dilakukan terutama penyaluran bantuan. Pengawasan ini perlu diterapkan di seluruh wilayah di Indonesia demi menciptakan akses pendidikan yang merata, serta untuk mengatasi kendala-kendala yang dialami oleh masyarakat.
“Konsistensi dan komitmen Pemerintah akan memastikan penerima bantuan pendidikan benar-benar mendapatkan haknya” terang Puan.
Di sisi lain, Cucu Proklamator tersebut meminta agar bantuan pendidikan bisa sampai hingga ke pelosok negeri. Khususnya, kata Puan, dalam hal pembangunan sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang cukup menjadi tantangan karena memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
“Akses pendidikan yang merata akan membantu memastikan pendidikan tetap terjangkau, bahkan di wilayah-wilayah yang terpencil. Karena itu, pembangunan sekolah di daerah-daerah yang mungkin memiliki jumlah siswa yang lebih kecil atau berada di wilayah perbatasan harus menjadi perhatian Pemerintah dengan lebih ekstra,” ungkap Puan.
Adapun perhatian lebih yang dimaksud seperti fasilitas penunjang di sekolah. Di antaranya, ketersediaan listrik dan air bersih untuk keperluan para siswa khususnya bagi sekolah-sekolah yang wilayahnya berada di lokasi terisolir, misalnya di daerah perbatasan. Seperti yang terjadi di SDN 006 Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara, yang jauh dari desa terdekat sekitar 1,5 km, terkena bencana longsor dan banjir besar tahun 2013.
Melihat mirisnya potret pembangunan di sekolah tersebut, Puan menekankan pentingnya Pemerintah daerah untuk membangun jalan, jembatan, dan transportasi yang memadai sehingga akses ke sekolah-sekolah terisolir menjadi lebih mudah dan aman.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa infrastruktur dan akses siswa menuju sekolah aman dan nyaman. Jangan sampai kendala yang sudah terjadi lama dibiarkan begitu saja tanpa ada perbaikan. Karena anak-anaklah yang akan menjadi korban,” pungkasnya.