Jakarta – Pengamat komunikasi politik dan CEO Nusakom Pratama Ari Junaedi menegaskan tidak ada harapan baru yang disampaikan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang hari ini, Rabu, 25 Oktober 2023 mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum.
Ari menyatakan, deklarasi Prabowo-Gibran di Indonesia Arena Senayan terhitung biasa-biasa saja. Memang nampak meriah karena banyak partai mendukung pasangan ini, namun efek getarnya akan berlalu setelah deklarasi. “Penentuannya pada saat pencoblosan di Pilpres nanti. Rakyat kita sudah sangat cerdas,” ungkap pengajar komunikasi di berbagai perguruan tinggi ini.
Ia juga mengingatkan, pertarungan pilpres kali ini mengingatkan pada Pilpres 2014 saat Jokowi-Jusuf Kalla hanya didukung sedikit partai, sementara koalisi Prabowo-Hatta -demikian juga Prabowoi-Gibran- disokong begitu banyak partai secara keroyokan. “Prabowo sudah pernah kalah di 2014 dan 2019. Pilpres kali ini mencoba upayanya menhidupkan peluang menang,” kata Ari.
Adanya dukungan partai berlimpah dalan Koalisi Indonesia Maju dinilai justru menyulitkan pasangan ini. “Semakin banyak anggota koalisi justru semakin pusing. Ibarat bus, penuh sesak, sementara yang dibutuhkan bus yang bisa lari kencang di jalan tol,” begitu analoginya.
Mengenai program-program yang diajukan Prabowo-Gibran, Ari menggarisbawahi tidak ada yang spektakuler dari paparan Gibran. “Kita sebenarnya berharap ada program baru, tapi ternyata yang disampaikan Gibran low context. Hanya jualan ‘kartu-kartu’, persis seperti yang disampaikan Jokowi dalam dua kampanye pemilu,” urainya.
Ari bahkan mengingatkan, Prabowo pernah meledek Jokowi soal program kartu-kartuan itu. “Ketika itu Prabowo mengatakan, apa gunanya kartu-kartu? Kartu tak bisa dimakan,” ingatnya.
Dua tahun menjadi Wali Kota Surakarta, tak ada prestasi mentereng ditunjukkan Gibran. “Solo nampak maju karena memang semua program kementerian dan lembaga seperti diarahkan ke Solo. Kepala daerah lain seperti mengemis ke pusat, sementara menteri-menteri berlomba menawarkan program-program mereka ke Solo,” kisahnya.
Menurut Ari Junaedi, ini bukan berarti kita tak boleh mendukung pemimpin dari kalangan usia muda. “Saya setuju pemimpin muda, tapi pemimpin muda dengan proses panjang, bukan instan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPP Perindo Tama S. Langkun menyorot majunya Gibran melalui proses tak wajar di Mahkamah Konstitusi. “Putusan MK sangat aneh dan penuh kejanggalan,” ungkap aktivis antikorupsi ini.