Jakarta – Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Magnis Suseno angkat suara terkait isu yang ramai diperbincangkan publik mengenai dinasti politik usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres, yang disebut sebagai karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka.
Awalnya, Romo Magnis menyinggung soal kekhawatirannya dengan kondisi demokrasi di Indonesia. Padahal, demokrasi saat ini merupakan buah dari gerakan reformasi pada 25 tahun lalu.
“Demokrasi kita merosot menjadi oligarki dan dinasti. Korupsi belum pernah sebesar sekarang,” kata Romo Magnis.
Dia menjelaskan, dalam 20 tahun terakhir ada 13 menteri tersangkut kasus korupsi. Selain itu, ada pula 429 kepala daerah, 344 anggota DPR dan DPRD hingga 349 pejabat eselon I hingga IV yang juga tersangkut kasus korupsi.
“Itu betul-betul terlalu banyak. Kok orang mewakili rakyat itu tersangkut korupsi itu, tidak benar itu,” ucapnya.
Romo Magnis pun mempertanyakan, apa yang terjadi dalam reformasi sehingga mengakibatkan kondisi tatanan demokrasi dan pemerintahan Indonesia menjadi seperti sekarang.
Dia pun mengajak masyarakat waspada agar demokrasi dan reformasi yang sudah berjalan tidak semakin buruk karena kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Jangan diizinkan digerogoti dalam pemilu 2024. Pemilu itu akan menentukan bagi masa depan Indonesia. Kita harus kembali di atas dasar etika Indonesia,” ujarnya.
Romo Magnis juga mengakui bahwa ada yang gagal dari reformasi. Namun, ada juga suatu hal positif untuk Indonesia. Sebab, dalam reformasi itu pertama kalinya Indonesia dijadikan sebuah demokrasi. Selain itu, hak asasi manusia dimasukkan dalam undang-undang.
“Sekarang, kita harus selamatkan hasil reformasi. Kita sekarang khawatir, saya juga khawatir,” tuturnya.