Jakarta – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai masuknya nama Jimly Asshiddiqie dalam Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sarat dengan konflik kepentingan.
Julius mempersoalkan adanya keterkaitan Jimly dengan Partai Gerindra. Hal ini mengingat, putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah untuk memuluskan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raja sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra.
Seperti diketahui, putra pertama Jimly, Robby Ferliansyah, pernah menjadi calon anggota legislatif Partai Gerindra untuk kursi DPRD DKI Jakarta di Daerah Pemilihan 7 DKI Jakarta pada Pemilu 2019. Apalagi, Jimly diketahui pernah menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
”Jika ada satu saja keterkaitan, di situ ada potensi konflik kepentingan. Mau memeriksa pelanggaran etik akibat konflik kepentingan kok pemeriksanya tersangkut juga. Bunuh diri dua kali namanya,” kata Julius.
PBHI sendiri juga menjadi salah pihak yang mengadukan lima hakim konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Almas Tsaqqibirru Re A (perkara 90/PUU-XXI/2023) ke MKMK. Kelima hakim konstitusi adalah Anwar Usman, M Guntur Hamzah, Manahan P Sitompul, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic P Foekh.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan pihaknya segera membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) lantaran banyaknya laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Adapun anggota-anggotanya nanti ialah Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK itu dibentuk untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang usia di bawah 40 tahun bisa menjadi capres/cawapres sepanjang sedang/pernah menjadi kepala daerah.
“Kami telah melakukan rapat permusyawaratan hakim untuk menyegerakan membentuk Majelis MKMK,” ujar hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dalam konferensi pers di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/10).
Enny mengatakan pembentukan itu bakal dilakukan dalam waktu dekat. Dia mengatakan nantinya MKMK akan bertugas memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
“Dalam waktu dekat ini akan segera dibentuk, untuk segera bekerja, untuk kemudian melakukan proses sebagaimana hukum acara yang berlaku di dalam MKMK untuk menangani paling tidak tujuh yang sudah masuk di sini,” jelasnya.
Adapun tujuh laporan tersebut diantaranya dari Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Laporan ini masih terkait degan putusan usia capres-cawapres yang diketok MK pada Senin (16/10) kemarin.
Selanjutnya ada dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) juga melaporkan lima dari sembilan hakim MK kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi, Kamis (19/10). Pelaporan kelima hakim MK ini terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim pada putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Lima hakim yang dilaporkan PBHI ke Dewan Etik Hakim Konstitusi yakni Anwar Usman, Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Di sisi lain, muncul laporan juga terhadap hakim MK Saldi Isra yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).