Jakarta – Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Anwar Usman buka suara terkait sebutan kepada lembaganya sebagai Mahkamah Keluarga, usai putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.
Anwar justru menceritakan perjalanan panjangnya menjadi seorang hakim yang dimulai sejak 1985. Dia mengatakan, tetap memegang teguh sumpah sebagai seorang hakim hingga hari ini.
“Memegang teguh amanah dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar, amanah dalam agama saya yang ada dalam Al-Qur’an,” kata Anwar Usman di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10).
Anwar menekankan tak ada konflik kepentingan di setiap pengambilan keputusan. Hal itu dia teladani dari sifat Nabi Muhammad SAW yang pernah didatangi oleh bangsawan Quraisy untuk melakukan intervensi dan meminta perlakuan khusus lantaran ada anak bangsawan Quraisy melakukan tindak pidana.
“Apa jawaban Rasulullah SAW? Beliau tidak mengatakan menolak atau mengabulkan permohonan dari salah seorang yang diutus bangsawan Quraisy ini. Beliau mengatakan, ‘andaikan Fatimah anakku mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’,” ucapnya.
Anwar pun mengatakan, dalam hukum tak boleh ada intervensi dan harus tegak lurus. Dia pun mengatakan itulah yang selalu dilakukannya setiap kali mengambil keputusan.
“Artinya menunjukkan bahwa hukum harus berdiri tegak, berdiri lurus, tanpa boleh diintervensi, tanpa boleh takluk, oleh siapa pun dan dari mana pun. Alhamdulillah, dalam semua perkara sejak saya menjadi hakim, dan saya sesuai dengan irah-irah dalam sebuah putusan,” paparnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak telah membuat laporan terkait dugaan etik hakim MK. Di antaranya yang dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Laporan ini masih terkait degan putusan usia capres-cawapres yang diketok MK pada Senin (16/10) kemarin.
Selanjutnya ada dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) juga melaporkan lima dari sembilan hakim MK kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi, Kamis (19/10). Pelaporan kelima hakim MK ini terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim pada putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Lima hakim yang dilaporkan PBHI ke Dewan Etik Hakim Konstitusi yakni Anwar Usman, Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Di sisi lain, muncul laporan juga terhadap hakim MK Saldi Isra yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).