SURABAYA (Limapagi.id): Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam adanya peningkatan laju deformasi pada Gunung Bromo di Jawa Timur.
Aktivitas itu menandakan magma di dalam tubuh gunung api tersebut semakin mendekati permukaan.
Hal tersebut disampaikan Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam keterangan tertulis, Senin (23/10/2023).
Hendra mengatakan pihaknya melakukan pengukuran deformasi dengan menggunakan tiltmeter.
“Penggembungan tubuh gunung api (inflasi) sejak Mei 2023, sebesar 40 mikroradian pada sumbu Tangensial (tegak lurus kawah) dan 50 mikroradian pada sumbu Radial (mengarah ke kawah),” kata Hendra.
Asap kawah berwarna putih tipis hingga tebal dengan tinggi mencapai maksimum 700 meter terlihat di atas puncak Gunung Bromo. Suara gemuruh dari dalam kawah terdengar sedang.
Pengamatan visual pada malam hari tanggal 21 Oktober 2023 menunjukkan masih ada sinar api dari beberapa lokasi di dasar kawah yang sudah teramati sejak 3 Februari 2023.
Ia menjelaskan, warna hembusan gas dari arah kawah menunjukkan bahwa saat ini aktivitas didominasi oleh pelepasan gas, tidak ada material abu yang terbawa ke permukaan.
Pengukuran gas di bibir kawah dengan detektor gas pada 22 Oktober 2023 menunjukkan konsentrasi gas sulfur dioksida maksimum 4,3 part per million (ppm) dan gas hidrogen sulfida maksimum 1,7 ppm.
Bau gas belerang tercium sedang hingga kuat di bibir kawah. Nilai konsentrasi gas sulfur dioksida relatif tinggi dan di atas nilai ambang batas yang dapat ditoleransi oleh manusia, yaitu 2 ppm,” katanya.
Kegempaan Gunung Bromo masih didominasi oleh gempa tremor menerus dengan amplitudo maksimum 1 milimeter yang menunjukkan adanya suplai fluida (gas, cairan, padatan batuan) ke kedalaman yang lebih dangkal atau berasosiasi dengan aktivitas emisi gas ke permukaan.
Pengamatan dengan satelit menunjukkan adanya anomali panas dan peningkatan radiasi suhu kawah Bromo sejak Mei 2023.
Potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo adalah terjadinya erupsi freatik ataupun magmatik menghasilkan material erupsi berupa abu dan lontaran batu (pijar) yang sebarannya dapat mencapai radius 1 kilometer dari pusat kawah, serta potensi bahaya dari gas-gas vulkanik yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Gunung Bromo merupakan gunung api kerucut cinder yang berada dalam kaldera Tengger dengan ketinggian mencapai 2.329 meter di atas permukaan laut.
Secara administratif gunung api tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur
Karakter erupsi Gunung Bromo berupa erupsi eksplosif dan efusif dari kawah pusat. Erupsi tersebut mengeluarkan abu, pasir, lapilli, dan terkadang melontarkan bongkah lava dan bom vulkanik.
Pada Juli 2019, erupsi terakhir terjadi berupa erupsi eksplosif yang tanpa didahului oleh peningkatan kegempaan yang signifikan.
Aktivitas kawah Gunung Bromo dipantau secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Bromo yang berada di Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.
Tingkat aktivitas Gunung Bromo pada saat ini adalah Level II atau Waspada.
“Masyarakat di sekitar Gunung Bromo dan pengunjung agar tidak memasuki areal kawah dalam radius 1 kilometer dari kawah aktif untuk menghindari terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba dan tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang jelas, serta untuk menghindari bahaya gas-gas vulkanik,” pungkas Hendra. n (ANT)