Karpet merah sudah diberikan Mahkamah Konstitusi bagi Gibran Rakabuming Raka. Namun, akan sangat negarawan jika Jokowi dan Gibran tidak memilih karpet itu. Tetap lurus di garis partai.
Menurut Politisi PDI Perjuangan Aria Bima, dalam keputusan kemarin, PDI Perjuangan melihat bahwa Mahkamah telah melampaui kewenangannya. Ia berpendapat, apa yang diputuskan MK tak otomatis menjadi legislasi. DPR bersama pemerintah harus melakukan revisi UU Pemilu dan memasukkan syarat usia yang diputuskan MK tadi. Sebelum UU Pemilu diubah, ketentuan KPU masih berlaku. Apakah itu otomatis berubah? PDI Perjuangan bersikap, kami melihat masih ada satu proses, KPU Republik Indonesia dan Bawaslu RI sebagai penyelenggara pemilu, membawa keputusan MK kepada DPR RI untuk perubahan UU No. 7/2017 Pemilu.
Soal MK yang diketuai adik iparnya Pak Jokowi, pihaknya berhitung betul. “Kami percaya Pak Jokowi tidak menskenariokan itu. Tapi, kalau kemudian Gibran benar-benar melenggang jadi cawapres Prabowo, seperti dikhawatirkan media, sehingga ada istilah MK adalah Mahkamah Keluarga, kemudian ada istilah ‘gerilya untuk putra mahkota’ dan lain-lain, maka kekhawtiran itu sangat tendensius sekali. Padahal, selama ini kami sangat menghormati Mahkamah Konstitusi sebagai sandaran kami para politisi,” ungkapnya.
PDI Perjuanhan percaya Jokowi dan Gibran bersikap bijak, tidak membolehkan Gibran menjadi cawapres Prabowo, sehingga anggapan-anggapan tadi tidak terbukti.
Ia menambahkan, menjadi calon presiden dan calon wakil presiden itu ibaratnya “manusia setengah dewa”, harusnya punya kekuasaan sangat besar. Maka titik awal penentuan syaratnya harus smooth, jangan sampai di luar kepatutan. “Kalau untuk menjadi cawapres harus ada usaha mengutak-atik konstitusi demi kekuasaan, itu kurang pas. Sampai saat ini, kami percaya, Pak Jokowi tak akan mengizinkan Mas Gibran menjadi cawapresnya Prabowo,” tukasnya.
Anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini menegaskan, PDI Perjuangan tak ada keberatan jika ada kader partai yang mendapat pengakuan publik, tapi kiprah itu harus melalui jenjang yang ada, seperti Jokowi melalui rute dari jalan kepala daerah sampai jadi Presiden RI. “Sampai hari ini kami percaya, Pak Jokowi dan Mas Gibran masih kader partai yang taat pada jalur konstitusi partai,” ungkapnya.
PDI Perjuangan tidak menyediakan jalan instan bagi kadernya, sehingga kematangan dan kedewasaan akan berjalan tepat saat mendapat penugasan. “Kalau sekarang, rasanya terlalu dipaksakan, apalagi banyak kritik karena seolah-olah ini ada rekayasa Pak Jokowi sehingga Mahkamah Konstitusi berubah jadi Mahkamah Keluarga,” pungkasnya.
Sementara itu dalam kunjungannya di Tiongkok, Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam urusan bakal calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Hal tersebut disampaikan dalam keterangannya di sela-sela kegiatan kunjungan kerjanya di China World Hotel, Beijing, Republik Rakyat Tiongkok, pada Senin malam, 16 Oktober 2023. “Saya tegaskan saya tidak mencampuri urusan capres atau cawapres,” tegas Presiden.
Hal tersebut merespons pertanyaan mengenai wacana putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang diusulkan menjadi bakal cawapres pada pemilihan umum 2024. Presiden menyebut bahwa pasangan capres dan cawapres tersebut merupakan ranah partai politik.
“Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, jadi silakan tanyakan saja ke partai poilitik, itu wilayahnya parpol,” imbuhnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terbaru pada Senin (16/10/2023), mengenai syarat pendaftaran capres dan cawapres yang harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
Merespons hal tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa putusan tersebut merupakan kewenangan yudikatif dan mempersilakan masyarakat untuk menanyakan langsung kepada MK. “Mengenai putusan MK silakan ditanya ke Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar,” ujarnya.
“Silakan juga pakar hukum yang menilainya. Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif,” sambungnya.