Tanjung Selor – Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) nomor urut 1, Andi Sulaiman-Adri Patton (SULTON) menggagas adanya pemerataan pendidikan melalui sistem zonasi sekolah. Hal ini sejalan dengan misi keduanya dalam rangka peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia) di Kaltara.
Hal tersebut disampaikan Andi Sulaiman lantaran miris melihat anak-anak SD dan SMP di perbatasan Indonesia-Malaysia yang harus menempuh jarak belasan kilometer demi berangkat ke sekolah.
“Terketuk hati saya melihat anak-anak di perbatasan harus berjalan kaki hingga 15 kilometer untuk ke sekolah demi meraih cita-citanya,” kata Andi Sulaiman yang merupakan Ketua Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS) ini.
Jarak belasan kilometer untuk menuju sekolah terdekat-di wilayah Indonesia- harus ditempuh karena minimnya dokumen atau prasyarat yang mereka miliki untuk sekolah di Malaysia.
“Pelaksanaan sistem zonasi sekolah memang penting untuk memfasilitasi keterbatasan akses pendidikan, tapi jika infrastruktur belum memadai maka bisa saja ada tenaga pendidik yang jemput bola, atau bisa juga ada koordinasi membentuk shelter belajar yang memanfaatkan rumah warga,” ucapnya.
“Penerapan sistem zonasi sebagai solusi pemerataan ketimpangan kualitas pendidikan itu perlu, tapi mengelaborasi berbagai solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan infrastruktur penunjang juga tidak bisa diabaikan,” urainya.
Senada dengan Andi Sulaiman, Adri Patton juga menjelaskan bahwa meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah pinggiran atau perbatasan tidak hanya soal penerapan sistem zonasi tapi juga infrastruktur yang memadai. Kita perlu mencari kemungkinan solusi dari segala sisi.
Rektor Universitas Borneo Tarakan 2017-2024 ini melanjutkan, salah satu dasar hukum yang mengatur zonasi dalam pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selain itu, sambungnya, penerapan sistem zonasi membantu meningkatkan perkembangan beberapa sekolah di daerah karena mereka menerima siswa dengan beragam kualitas. Hal ini mendorong guru untuk lebih termotivasi dalam meningkatkan kemampuan mereka.
“Sekolah-sekolah yang sebelumnya dianggap sebagai sekolah nonfavorit, sekarang memiliki kesempatan yang sama untuk menerima siswa dengan nilai di atas rata-rata. Dengan masuknya siswa yang lebih berkualitas, sekolah dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk mencapai prestasi yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan atau mengubah reputasi sekolah tersebut. Tapi intinya jika anak-anak tidak bisa hadir ke sekolah karena akses, maka kita yang menghadirkan sekolah di sekitar mereka.” ungkapnya.