Jakarta – Citra positif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akhir-akhir ini terbentuk harus dijaga dan jangan terkikis akibat kontroversi terkait revisi UU Pilkada yang dilakukan Badan Legislasi (Baleg).
Pengamat Komunikasi Politik, Ari Junaedi mengatakan,
DPR harus segera memulihkan kepercayaan masyarakat secepat mungkin jika ingin masih menyandang dewan “terhormat” sebagai representasi wakil-wakil rakyat.
“Jadi kalau ada anggota Baleg mengakui bahwa revisi UU Pilkada itu maunya Istana, seharusnya DPR jangan mau. Karena citra positif yang selama ini mulai dibangun bisa drop seketika, dan harus bekerja keras untuk memulihkannya lagi,” kata Ari Junaedi.
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama ini mengingatkan, DPR hendaknya jangan mengorbankan “harga diri” demi kepentingan Istana.
“DPR harus mengembalikan marwahnya sebagai perwakilan rakyat, bukan jadi jongos Istana,” sambungnya.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024, kepercayaan masyarakat pada DPR ada di angka 62,6%. Meski bukan jadi yang pertama, lembaga wakil rakyat ini tercatat mampu meningkatkan citra positif paling tinggi, yakni sebanyak 12,1% dibanding tahun sebelumnya. Bahkan peningkatan citra DPR ini mengalahkan TNI yang berada di urutan pertama.
Menurut Ari, setiap lembaga negara punya kepentingan masing-masing dalam menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Ia menyebut, sebuah lembaga negara tidak seharusnya mengorbankan kepentingan tersebut demi kepentingan lembaga negara lain.
“Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan di Pilkada sangat berpengaruh besar terhadap demokrasi bangsa dan masa depan anak cucu kita kelak. Jika DPR salah langkah maka akan langsung selamanya sebagai dewan pengkhianat rakyat,” papar Ari.
“Jadi kalau karena lembaga lain (Lembaga Kepresidenan) citra DPR jadi berpotensi turun lagi, ya rugi sekali DPR. Kan yang dihujat publik jadinya DPR, bukan Istana,” sambung konsultan politik yang mendapat banyak kepercayaan partai politik dan calon kepala daerah pada Pilkada 2024 kali ini.
Di akhir keterangan persnya, pengajar komunikasi politik di berbagai perguruan tinggi ini menuliskan puisi satirenya.
Bau Ketiak “Agak Laen”
Aku mencium bau ketiak oligarki
Aku tersengat dengan bau ketiak nepotisme
Aku mual dengan bau ketiak korupsi
Makanya aku turun ke jalan…agar tidak ada lagi bau ketiak kekuasaan tanpa batas.
Seolah negara ini hanya milik Raja Jawa dan cecunguk-cecunguknya
Orang kecil susah cari kerja karena batasan usia
Bagi kau, batasan usia bisa kau permainkan seenakmu sendiri
Mbelgedhes ! dengan hukum, etika, adab, nurani karena semua kau kangkangi dengan sesukamu
Kebohonganmu begitu sempurna kau sembunyikan tapi tidak dengan bau ketiakmu yang menyengat
Gusti ora nate sare
#kawalputusanmk
#cegahpolitikdinasti
#cegahpilkadacurang
#antipolitikdinasti
#antipilkadaakal2anj
#bauketiak
#drarijunaedi’squote
Ari menegaskan, DPR harus cepat memulihkan citra positifnya yang sebelumnya mulai menanjak, dengan mengembalikan fungsi pengawasan yang dimilikinya ke jalur yang benar.
“Raih lagi simpati rakyat dengan checks and balances setiap kebijakan pemerintah. Jadi jangan jadi stempel, apalagi tameng Istana,” pungkasnya.