Sebuah penelitian mengungkapkan orang yang memiliki kemampuan mental buruk saat masa remaja memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke pada usia 50 tahun. Kesulitan berkonsentrasi, ketidakmampuan memecahkan masalah, serta pola belajar yang buruk merupakan indikasi orang mental buruk.
“Selain obesitas dan hipertensi pada remaja, fungsi kognitif yang lebih rendah mungkin menjadi faktor risiko timbulnya stroke dini,” kata peneliti.
Stroke, atau serangan otak, adalah keadaan darurat medis kardiovaskular yang terjadi secara tiba-tiba. Kondisi ini terjadi karena terganggunya aliran darah ke otak, sehingga mempengaruhi kemampuan bicara, makan, bergerak, dan fungsi tubuh lainnya.
Secara medis, stroke dapat terjadi karena bekuan darah (stroke iskemik) atau pendarahan di jaringan otak (stroke hemoragik). Manapun yang terjadi, fakta menunjukkan sekitar setengah dari pasien stroke berpotensi mengalami gangguan jangka panjang.
Dalam penelitiannya, tim menggunakan sampel dari 1,7 juta anak muda berusia antara 16-20 tahun. Berdasarkan hasil tes kognitif, tim membagi peserta menjadi kelompok kecerdasan rendah (skor IQ di bawah 89), sedang (kisaran skor IQ: 89–118), atau tinggi (skor IQ di atas 118).
Hasilnya, sebanyak 908 kasus stroke tercatat selama periode penelitian. 767 di antaranya adalah stroke iskemik dan 141 karena pendarahan. Angka kematian adalah 5 persen dan 62 persen kematian tersebut terjadi dalam waktu satu bulan setelah stroke.
Adapun usia rata-rata stroke pertama berdasarkan penelitian itu adalah 39,5 tahun. Mereka yang memiliki skor kemampuan mental rendah hingga sedang, insiden kedua jenis stroke lebih tinggi, khususnya stroke iskemik.
Hasil penelitian mempunyai arti penting mengingat meningkatnya kejadian stroke di kalangan individu di bawah 50 tahun. Sekalipun begitu, penelitian yang dipublikasikan dalam The Journal of Epidemiology and Community Health (JECH) tersebut memiliki beberapa keterbatasan. Antara lain tidak mempertimbangkan faktor risiko lainnya, seperti gaya hidup, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, pola makan, pendidikan tinggi dan berbagai faktor penentu sosial yang signifikan terhadap kesehatan.