Jakarta – Tantangan besar menghadang Indonesia dalam upaya mencapai target nol emisi. Pasalnya, kebijakan elektrifikasi kendaraan dianggap masih belum mampu mewujudkan lingkungan yang bersih. Menurut ABB, perusahaan teknologi energi global, transformasi energi masih memerlukan sejumlah langkah tambahan dan inovasi.
Indonesia sejatinya memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar. Mencakup lebih dari 550 GW tenaga surya, 450 GW tenaga angin, dan 100 GW tenaga air. Namun pada tahun 2022, capaian energi terbarukan hanya menyumbang kurang dari 10 persen bauran energi nasional. Artinya, masih ada ketergantungan yang tinggi pada bahan bakar fosil.
Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah inisiatif global, telah menyepakati mobilisasi pembiayaan sebesar USD$20 miliar guna mendekarbonisasi sektor energi Indonesia. Dengan adanya JETP, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon menjadi 250 juta metrik ton per tahun pada 2030. Kemudian meningkatkan penggunaan pembangkit listrik dari energi terbarukan menjadi 44 persen.
Untuk mencapai target ini, teknologi tambahan seperti penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCS) serta hidrogen bersih menjadi sangat penting. Dengan potensi kapasitas penyimpanan CO2 mencapai 400 gigaton, Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan CCS.
Selain itu, Indonesia berpotensi menjadi produsen regional hidrogen dan ammonia. Apalagi Indoensia memiliki cadangan gas dan potensi energi terbarukan yang melimpah. Teknologi manajemen energi hidrogen dari ABB, seperti ABB OPTIMAX, membantu mengoptimalkan produksi hidrogen hijau dengan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional.