Jakarta – Beberapa waktu lalu Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) industri tekstil karena praktik dumping di luar negeri. Menanggapi pernyataan itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menilai tudingan dumping hanyalah pengalihan isu dari masalah utamanya. Kegagalan Menteri Keuangan membersihkan DitJen Bea Cukai dari oknum-oknum nakal.
“Kita bisa lihat dengan mata telanjang, banyak sekali oknum Bea Cukai terlibat. Secara terang-terangan memainkan modus impor borongan (kubikasi). Menggunakan kewenangannya menentukan impor jalur merah atau hijau dalam pelabuhan” jelas Redma.
Ia lantas menyebut adanya peran Bea Cukai bersama mafia impornya, sehingga banyak kontainer menumpuk dalam pelabuhan. Akibat penumpukan itu, pemerintah terpaksa melakukan relaksasi impor melalui Permendag No. 8 tahun 2024. Praktik mafia impor yang melibatkan para oknum bea Cukai sudah merambah berbagai level. Mulai pejabat tingkat pusat yang bertugas membuat kebijakan, hingga pejabat daerah dan para petugas lapangan sebagai eksekutornya.
“Tidak heran kalau segala usulan perbaikan sistem selama ini selalu ditolak mentah-mentah” ujarnya.
Walau begitu, Redma tidak menampik seluruh statement Sri Mulyani. Ia mengakui ada negara yang melakukan praktik dumping. Namun hal itu tidak terlalu signifikan dampaknya.
“Tapi aneh juga. Sudah tahu ada dumping, tapi perpanjangan safeguard tekstil yang sudah direkomendasi Menteri Perdagangan malah berhenti sampai lebih dari satu tahun,” jelasnya.