|

Jakarta – Hari Janda Internasional diperingati setiap tahun pada 23 Juni. Perayaan ini bermula dari pengalaman hidup seorang yatim, Raj Loomba, yang kehilangan ayahnya pada 1954 dan menyaksikan ibunya berjuang seorang diri untuk memastikan kebutuhannya terpenuhi.

Kemudian, Raj Loomba mendirikan The Loomba Foundation pada 1997 di Inggris untuk menghormati ibunya yang meninggal.

The Loomba Foundation mengajukan gagasan tentang perayaan Hari Janda Internasional pada 23 Juni 2005. Tanggal tersebut sama pada saat ia berumur 10 tahun, Raj Loomba harus kehilangan ayahnya dan menyaksikan ibunya berjuang seorang diri untuk memastikan kebutuhannya terpenuhi.

Peringatan Hari Janda Internasional bertujuan untuk memberikan suara kepada janda, mengakui pengalaman dan perjuangan mereka, serta memperjuangkan hak-hak yang setara dan perlindungan bagi mereka.

Pada 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi mengakui Hari Janda Internasional dengan Resolusi PBB Nomor A/RES/65/189. Tujuan perayaan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu janda di seluruh dunia, serta untuk mengadvokasi hak-hak mereka dan mempromosikan kesejahteraan janda.

Peringatan Hari Janda Internasional juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu yang menerpa janda, seperti ketidakadilan sosial, kesulitan ekonomi, akses terbatas terhadap pelayanan kesehatan, dan peningkatan risiko kekerasan.

Berbagai kegiatan untuk menyuarakan kepentingan janda, termasuk konferensi, lokakarya, seminar, diskusi panel, dan kampanye kesadaran di tingkat lokal, nasional, dan internasional.

Organisasi masyarakat sipil, LSM, dan lembaga kemanusiaan berkolaborasi untuk menyediakan dukungan dan bantuan bagi janda, serta mempromosikan perubahan sosial yang lebih inklusif dan adil.

Stigma dan Diskriminasi

Stigma dan diskriminasi terhadap janda adalah masalah yang perlu dihadapi sebagai masyarakat yang lebih inklusif dan berempati.

Hal ini dapat muncul dari berbagai faktor, seperti budaya yang mengukur nilai keberhasilan pernikahan, streotip bahwa janda adalah mereka yang gagal dan tidak berharga, serta media yang kerap merepresentasikan negatif status ‘janda’.

Stigma negatif terhadap janda dapat berdampak pada kesehatan mental, emosional, dan finansial perempuan yang berstatus janda. Mereka dapat mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pekerjaan, pendidikan, dan sosial.

Stigma ini juga dapat membuat mereka mengurung diri dan menghindar dari bantuan yang mereka butuhkan karena takut akan mengalami stigmatisasi.

Untuk mengatasi stigma negatif terhadap janda, beberapa langkah dapat dilakukan, seperti:

1. Edukasi dan kesadaran

Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar tentang realitas tantangan kehidupan perempuan dengan status janda. Edukasi tersebut dapat berupa seminar, lokakarya, atau kampanye sosial.

2. Berbicara melalui media

Media memiliki peran yang penting dalam membentuk opini masyarakat. Sehingga, perlu mendorong media agar memiliki perspektif gender yang berpihak pada minoritas, tidak mengeksploitasi dalam bentuk judul-judul sensasionalitas demi mendulang click bait berita.

3. Menjalin hubungan dalam masyarakat

Dukungan sosial adalah elemen kunci untuk mengatasi stigma negatif. Masyarakat perlu membangun hubungan positif dengan perempuan berstatus janda, baik melalui kegiatan sosial maupun pengenalan secara pribadi.

4. Mengedepankan empati

Mendorong individu untuk melihat dunia dari sudut pandang perempuan berstatus janda adalah langkah penting dalam mengatasi stigma. Melalui cerita dan pengalaman pribadi, dapat berbagi perasaan, tantangan, dan prestasi mereka.

5. Menghindari stigma negatif

Jika memang berbagai upaya tetap tak mempan untuk mengurangi perlakuan negatif terhadap seorang janda, satu-satunya jalan adalah berusaha menghindar. Bukan melarikan diri karena merasa terkalahkan, namun cenderung untuk menyelamatkan diri dari dampak negatif yang mungkin bisa terjadi.

Share.
Exit mobile version