Jakarta – Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menanggapi pergantian jabatan Kepala Badan Otorita Ibu Kota Ngara (OIKN), yang saat ini dijabat oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (Plt Kepala OIKN) dan Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni (Plt Wakil Kepala OIKN).
Menurutnya, IKN tetap sulit menarik minat investor, karena masalah utama bukan pada pergantian pejabatnya, tetapi dasar kebijakan yang sudah keliru sejak awal.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan sejumlah temuan pada mega proyek tersebut, di antaranya belum memadainya persiapan pembangunan infrastruktur IKN karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 2.0856 Ha,” ungkap pria yang akrab disapa SJP ini dalam keterangannya.
Plt Kepala OIKN, kata SJP, menyebut perlu ada Peraturan Presiden (Perpres) untuk penyelesaian dengan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Plus atau PDSK Plus. Namun wakilnya meyakini, tidak perlu Perpres. Ini menunjukkan kegamangan Pemerintah dalam menjalankan kebijakan turunannya.
“Dengan banyaknya permasalahan tersebut, tentunya makin berat bagi OIKN untuk memenuhi ekspektasi Pemerintah dalam membidik investasi yang tinggi di IKN. Buktinya investasi yang masuk ke IKN baru Rp 47,5 triliun sejak 2023 hingga Januari 2024, sedangkan targetnya adalah Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini,” terang Politisi Fraksi PKS ini.
“Itu pun investasi yang masuk berupa KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), di mana pemerintah melalui Kementerian Keuangan menjamin pembayarannya sebesar 0,1 persen dari PDB sampai dengan tahun 2030, artinya ujung-ujungnya APBN. Padahal total APBN yang sudah diguyurkan untuk pembangunan IKN hingga tahun 2024 akan menembus Rp75,4 triliun,” imbuh Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Sejauh ini, lanjut SJP, Pemerintah masih mengandalkan investor nasional untuk pembangunan IKN. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada 11 Juni 2024 mengakui belum ada investor asing yang masuk. Groundbreaking proyek di IKN yang sudah keempat kalinya juga diisi oleh investor nasional. Padahal Presiden Jokowi pernah mengklaim para investor asing mengantre untuk masuk ke IKN.
“Kami menganggap bahwa investasi IKN tidak dapat meningkat karena karakteristiknya infrastruktur publik, sementara publiknya belum ada. Jika pun ada, tidak bakal sampai 5 juta penduduk. Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun,” tandasnya.
Selain itu, imbuh SJP, investor khususnya dari negara maju memiliki standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang tidak menghendaki pembangunan yang ada deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.
“Kami tidak yakin bahwa IKN akan berdampak positif dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian. Hal ini karena ada simulasi Model CGE (Computable General Equilibrium) oleh INDEF, pemindahan IKN berdampak terhadap GDP riil nasional sangat kecil dan tidak memberikan dampak apa-apa terhadap ekonomi nasional, yakni bernilai 0.00 persen,” pungkasnya.
IKN juga tidak dapat diharapkan mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, imbuh SJP, sebab masih menggunakan paradigma lama yaitu mendorong pembangunan yang bersifat sentralistik. APBN menjadi banyak tersedot untuk proyek tersebut, misalkan pada tahun 2024 infrastruktur IKN menghabiskan Rp37,41 triliun atau 23,7 persen dari total pagu Rp157,73 triliun Kementerian PUPR.
“Oleh karena itu, siapapun kepala OIKN definitif akan berat bisa memenuhi target karena masalah utamanya bukan pada pejabatnya, tapi dasar kebijakan yg sejak awal bermasalah,” tutup SJP.