|

Oleh:

Arkilaus Arnesius Bao, Aktivis asal Papua

Perilaku kotor tengkulak telah merasuki berbagai aspek kehidupan, dari politik hingga perdagangan, bahkan dalam penegakan aturan. Fenomena ini terlihat dalam berbagai kasus yang melibatkan tengkulak ijin tambang, bos rental mobil, dan bahkan polwan yang membakar suami polisi.

Salah satu contohnya adalah pemberian izin kelola tambang bekas kepada ormas keagamaan tanpa konsultasi atau persetujuan dari sebagian ormas agama di Indonesia. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai main hakim sendiri yang dilakukan oleh menteri investasi, yang memberikan ijin tersebut tanpa mempertimbangkan kepentingan atau pendapat pihak terkait.

Selain itu, dalam kasus bos sewa menyewa kendaraan, terjadi kekerasan fisik yang dilakukan oleh oknum warga terhadap bos tersebut. Kejadian ini dipicu oleh ketidaktahuan warga terhadap status mobil yang disewakan dan penggunaannya oleh penyewa. Perilaku kotor tengkulak dalam hal ini mencakup tindakan main serobot dan tidak menghormati prosedur yang berlaku.

Kasus yang lebih serius terjadi dalam kehidupan penegak hukum, di mana seorang polwan membakar suaminya sendiri karena emosi terkait dengan kebiasaan suaminya dalam berjudi online. Ini menunjukkan bahwa perilaku kotor tengkulak tidak terbatas pada sektor ekonomi, tetapi juga melibatkan aspek-aspek kehidupan pribadi dan profesional.

Perilaku kotor tengkulak ditandai oleh manipulasi, intimidasi, rekayasa, dan penggunaan kekuasaan untuk mencapai keuntungan ekonomis atau politis. Mereka sering kali beroperasi di balik ruang-ruang penegakan hukum dan kebijakan, mengabaikan keadilan dan mengorbankan individu, institusi, dan bahkan negara serta masyarakat secara keseluruhan.

Ini menjadi semakin mengkhawatirkan ketika perilaku kotor tengkulak terjadi di tingkat pemerintahan, seperti yang terjadi dalam kasus pengelolaan tambang yang melibatkan ormas keagamaan. Dalam hal ini, perilaku main hakim sendiri dipakai untuk merancang kebijakan yang dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan ekologi.

Perilaku kotor tengkulak tidak mudah dihapuskan dari sebuah negara demokrasi, tetapi memberikan ruang kepada perilaku semacam itu akan menggerus negara yang berdaulat. Oleh karena itu, penting untuk melakukan tindakan preventif dan penegakan moral dan hukum yang tegas untuk mengatasi perilaku kotor tengkulak dan menjaga integritas dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.

Dari Tengkulak Politik, Dagang dan Penegak Hukum

Pemberian ijin kelola tambang bekas (IUP Khusus) dari tengkulak (menteri investasi) kepada ormas keagamaan yang disahkan melalui keppres, tak lain tindakan main hakim sendiri yang didesain oleh menteri investasi “Bahlil” tanpa konsultasi atau meminta persetujuan dari sebagian ormas agama di Republik Indonesia.

Tak hanya tengkulak izin tambang, bos sewa menyewa kendaraan roda empat tewas dihakimi oknum warga Pati di jawa tengah, lantaran sang bos main serobot bawa mobil tanpa bertanya ke RT/RW atau tokoh setempat, walaupun itu mobilnya yang disewakan lalu dibawa kabur oleh penyewa.

Watak yang sama kembali ditunjukkan oleh penegak hukum, oknum suami dan  istri aktif anggota polisi jawa Timur. Berawal dari istri curiga gaji ke-13 berkurang lantaran suaminya doyan judi online, tanpa pikir panjang, suami dibunuh dengan cara siram bensin lalu bakar.

Tengkulak Politis

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.  Dalam beleid PP 25/2024 itu, pemerintah memperbolehkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) diberikan kepada sejumlah ormas keagamaan. Menariknya, prestasi penyelamatan lingkungan hidup dan dampak sosial akibat aktivitas pertambangan di Indonesia sangat buruk dan mencederai keadilan konstitusi, kini kelompok keagamaan di ijinkan masuk kedalam ruang tengkulak pertambangan melalui kebijakan politis bermuka Perpres. Dampaknya, beleid pemerintah kepada ormas agama mendapat penolakan dari sebagian besar ormas dimaksud. Bahkan, ormas yang seharusnya melayani umatnya untuk berkelakuan baik, jujur dan iklas, dibikin panas seakan provokatif dan menyesatkan.

Tengkulak Rental

Fenomena tengkulak politis diatas, pun diperagakan melalui tengkulak dagang oleh pekerja sewa menyewa kendaraan. Sang pemilik menyewakan kendaraanya, namun belum dikembalikan oleh si pemakai, bos rental dari Jakarta melaporkan kasus tersebut ke kepolisian jawa timur. Lantaran poliisi gerak lambat, si bos mencarinya sendiri dengan mengikuti gps yang ada di mobil. Naas, nyawanya melayang. Warga yang tak tahu apa-apa, lalu diprovokasi oleh oknum tertentu di kampung tersebut, beringas.

Tengkulak Penegak Hukum

Tak lama kemudian, seorang oknum polwan di Mojokerto membakar suaminya lantaran emosi suaminya main judi online. Anehnya, menteri komunikasi, Budi Arie bukanya introspeksi diri lantaran gagal menutup celah judi liar, malah sang menteri mengatakan ternyata perempuan lebih kejam. Polwan, suami polwan, menteri komunikasi, mereka adalah penegak aturan. Tapi watak tengkulak kebijakan masih menguat.

Ciri khas tengkulak adalah manipulasi, intimidasi, rekayasa, penggunaan kekuasaan, demi mencapai keuntungan ekonomis maupun politis bahkan pemenuhan superioritas  semata. Dengan memanfaatkan ruang-ruang penegakan hukum, wewenang dan beleid, ulah tengkulak tersebut berujung main hakim sendiri sehingga menimbulkan korban, baik secara pribadi, institusi dan negara serta masyarakat lain. Lebih miris ketika tengkulak bermuka menteri investasi, memakai jubah negara untuk merekayasa. Seakan dampak lingkungan hidup dan ekologi akibat tambang terbengkalai bisa dipulihkan dengan melibatkan ormas keagamaan untuk kelola.

Perilaku tengkulak bernegara tersebut sulit diberantas, dibanding tengkulak lainnya. Tengkulak sewa menyewa kendaraan malah bernasib kehilangan nyawa. Tak bedanya dengan perilaku oknum polisi seenaknya membunuh suami sendiri dengan keji, kini bernasib dipecat dan dipenjara.

Perilaku tengkulak tak mudah dihapuskan dari sebuah negara demokrasi. Tapi memberi ruang kepada perilaku Oknum semacam itu, yakinlah, lama kelamaan fondasi negara berdaulat terkoyak-koyak dan berakhir tinggal nama.

Share.
Exit mobile version