Jakarta – Sikap tegas dari mahasiswa dan gereja Katolik keluar ke permukaan. Kesempatan menjadi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada ormas keagamaan seperti diisyaratkan Presiden Jokowi dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berani ditepis.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menolak dikaitkan dengan usaha pertambangan. Hal ini disampaikan Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada, menanggapi keputusan Presiden Jokowi yang mengizinkan ormas keagamaan mengelola tambang.
Natalia mengatakan, selama ini tidak ada pembicaraan mengenai penawaran pemerintah untuk pengelolaan tambang dengan PMKRI. “Jikapun ada penawaran, PMKRI pasti menolak,” katanya,
Sebelumnya ramai berita PMKRI yang masuk daftar organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang mendapatkan jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah. Dalam daftar yang beredar, disebutkan juga ada Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) dan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).
Natalia berhadap, pemerintah segera merevisi peraturan ini. Ia mengatakan, PMKRI tidak mau terlibat dalam pengelolaan tambang. Ia tegas mengatakan, PMKRI sebagai organisasi mahasiswa terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan usaha tambang
Natalia menyampaikan bahwa PMKRI akan terus mengkritisi berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan.
Saat ini ada 7.993 izin mineral dan pertambangan (minerba). Izin ini mencakup luas 10.406.060 hektare lahan. Data diperoleh dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Sementara itu berdasarkan data KPA, sepanjang 2023, tambang menyebabkan 32 letusan konflik agraria di 127.525 hektare. Konflik ini melibatkan 48.622 keluarga dari 57 desa.
“Jika turut dalam urusan tambang, sama halnya PMKRI melestarikan persoalan-persoalan yang ada. Ini akan sangat paradoks dengan kerja-kerja kami menjaga kedaulatan lingkungan,” ujar Natalia.
Pada kesempatan yang lain, Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo menyebutkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang. Pernyataan ini dismapaikan menanggapi disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” kata Kardinal Suharyo ketika berkunjung di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Jakarta Timur, Rabu 5 Juni 2024.
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Romo Marthen Jenarut mengatakan KWI menolak privilese mengelola tambang yang diberikan pemerintah untuk Ormas Keagamaan. Ia mengatakan, Gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan.
Romo Marthen mengingatkan, pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini yang menjadi alasan mengapa KWI menolak privilese ini.
“Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” kata Romo Marthen melalui keterangan tertulis, Rabu 5 Juni 2024.
Dalam pernyataan ini, Romo Marthen menjelaskan bahwa KWI berpegang teguh dalam menjalankan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), martyria (semangat kenabian). KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan.
“KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian agar segala tindakan dan keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelayanan Gereja Katolik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, keadilan solidaritas, subsidiaritas, kesejahteraan umum/kebaikan bersama serta menjaga keutuhan ciptaan alam semesta,” ucap Marthen.
Sebagai catatan, KWI tidak membawahi ormas keagamaan Katolik mana pun. Meski begitu, selama ini memang ada beberapa ormas yang menggunakan nama Katolik dan bersinergi dengan KWI.
Romo Marthen berharap, ormas keagamaan dengan nama Katolik tetap menjalankan ajaran Katolik dalam bersikap terhadap PP Nomor 25 Tahun 2024 ini.
“Gereja Katolik sangat mengharapkan supaya ormas-ormas dengan nama Katolik untuk taat terhadap prinsip spiritualitas dan ajaran sosial Gereja Katolik dalam setiap tindakannya,” ucapnya.