Jakarta – Presiden Eastern Regional Organization for Planning and Human Settlements International (Earoph) Emil Elestianto Dardak menyebut kepindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) turut mempengaruhi kemunduran pusat kota (inner city decline) di Jakarta.
“Memang tidak mutlak, mungkin tidak sampai 100 ribu jumlah ASN yang akan pindah, tapi business process-nya. (Perpindahan) IKN, signifikan atau tidak, pasti ada efeknya,” katanya dalam Urban Dialogue dengan tema Jakarta Menuju Kota Global: Tantangan dan Solusi di Jakarta, Senin.
Earoph merupakan organisasi internasional yang membidangi perencanaan dan permukiman di Asia dan Australia.
Menurut Emil, perpindahan ibu kota akan membuat Jakarta tidak lagi menjadi tujuan orang untuk mengurus urusan administrasi yang berhubungan dengan pemerintah pusat selain mengurus urusan bisnisnya.
“Dulu orang ke Jakarta urus dua hal sekaligus (bisnis dan pemerintahan), sekarang hanya satu, karena urusan dengan pemerintah pusat bukan di sini (Jakarta) lagi tempatnya,” katanya.
Emil menjelaskan, khusus di Jakarta, ada tiga faktor yang mempengaruhi inner city decline yaitu perpindahan ibu kota, suburbanisasi, dan perubahan pola mobilitas.
“Kantor-kantor sekarang mulai fleksibel, banyak remote work (pekerjaan jarak jauh), hingga kerja yang tidak lagi jam 9-5,” katanya.
Wakil Gubernur Jawa Timur itu juga menyebut fenomena suburbanisasi juga telah lama terjadi di Jakarta, lantaran kawasan perumahan di Jakarta yang lebih banyak tersedia di wilayah luar Jakarta. Dukungan jalan tol yang menghubungkan Jakarta dengan wilayah luar juga mempengaruhi perubahan pola mobilitas dengan perpindahan kawasan komersial, termasuk perkantoran.
Emil mengatakan inner city decline sendiri telah terjadi secara global di seluruh dunia. Sebagai contoh adalah kota San Francisco, AS, yang pusat kotanya mengalami penurunan.
“Penurunan seperti apa? Jumlah orang yang datang ke sana berkurang. Yang pertama kelihatan itu sekolah-sekolah sulit cari murid karena banyak keluarga muda memilih tinggal di luar kota karena harga tanah di pusat kota mahal,” katanya.
Emil mengatakan fenomena penurunan pusat kota membuat kalangan perencana kota menyarankan adopsi konsep central living district (CLD) alih-alih central business district (CBD).
Ia menyebut konsep zonasi yang mengkotak-kotakkan zona tempat tinggal dengan perkantoran kini sudah tidak lagi relevan. Oleh karena itu, ke depan, Jakarta perlu mempertimbangkan kondisi tersebut, terlebih dengan perpindahan ibu kota ke IKN.
“Sekarang sering kan lihat ruko disewakan? Di sisi lain, Jakarta sendiri hanya sebatas itu (jadi pusat perkantoran). Pendapatan Jakarta kan dari aktivitas ini,” kata Emil.