Jakarta – Selain kekurangan dokter, ternyata Indonesia juga mengalami kekurangan apoteker. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah apoteker di Indonesia pada tahun 2023 hanya 130.643 orang saja. Artinya, satu apoteker menangani 2.134 penduduk. Padahal menurut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), rasio ideal apoteker adalah 0,8 hingga 1:1.000 penduduk.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI) DKI Jakarta, Muhamad Yamin, mengatakan kondisi ini harus diatasi tidak hanya dengan meningkatkan jumlah (kuantitas) apoteker. Kualitas apoteker juga harus terus diasah lewat pengayaan berkelanjutan.
“Mengingat perannya sebagai garda terdepan dalam menjaga mutu obat dan memastikan obat diterima masyarakat dengan aman,” ujar Yamin pada konferensi pers PharmAcademy 2.0 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta.
Oleh karena itu, lanjut Yamin, IAI memberikan dukungan penuh terhadap setiap inisiatif untuk menguatkan peran apoteker di Indonesia seperti yang dilakukan Sanofi dan SwipeRx melalui PharmAcademy. Dengan adanya PharmAcademy, diharapkan para apoteker bisa memperoleh berbagai modul guna meningkatkan kompetensinya. Termasuk bisa mendapatkan poin pengembangan profesional berkelanjutan untuk mendorong kemajuan karier.
“Fitur PharmAcademy pada aplikasi SwipeRx menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan berbagai aspek kefarmasian, termasuk manajemen penyakit, manajemen terapi obat, dan konseling pasien,” papar Head of Sanofi CHC ASEA Maria Valentina (Matina) Sposito.
CEO SwipeRx, Faroux Meralli menambahkan, materi yang dihadirkan di PharmAcademy ini disusun secara terstruktur di bawah arahan dari asosiasi profesi sehingga dipastikan para apoteker menerima materi secara terukur.
“Dengan menggabungkan keahlian digital SwipeRx dan kepemimpinan Sanofi di industri farmasi, kami optimistis dapat memberdayakan apoteker untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih optimal,” timpal Farouk Meralli.