Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengingatkan bahwa pejabat yang membuat laporan keuangan fiktif secara normatif seharusnya dipidana. Praktik seperti itu sudah banyak ditemukan di berbagai instansi, salah satunya Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus laporan keuangan fiktif di Kementan mencuat bersamaan dengan penyelidikan korupi yang menyeret nama mantan Kementan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Apakah nanti yang bersangkutan kemudian akan kita proses juga? Ya kalau kita mendasarkan pada hukum normatif harusnya kena, dia memalsukan loh, memalsukan dokumen fiktif,” kata Alex.
Meski demikian, penyidik juga akan mempertimbangkan hal itu dilakukan atas dasar keterpaksaan karena deakan dari pimpinan. Maka KPK juga membuka peluang untuk menyerahkan temuan korupsi berjenjang itu kepada pihak Inspektorat Kementan selaku pengawas internal dan mungkin tidak berakhir di persidangan.
“Ada cara lainlah untuk membuat seseorang jera tanpa harus dengan memenjarakan,” tambahnya.
Beberapa pejabat di Kementan mengaku terpaksa membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif untuk mendapatkan uang guna memenuhi permintaan SYL. Banyak dari permintaan tersebut merupakan kebutuhan pribadi SYL dan tidak dianggarkan dalam dana operasional menteri.
Para pejabat eselon I Kementan akhirnya patungan yang kemudian disebut dengan uang sharing. Karena tidak memiliki uang, mereka mengaku sampai menaikkan pajak pembiayaan hingga memalsukan perjalanan dinas. Dalam perkara itu, SYL diduga menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Pemerasan ini diduga melibatkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, Staf Khusus Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya Panji Harjanto.