Jawa Barat – Dalam rangka menjaga harga dan stok beras, Bulog mencetuskan program Jemput Gabah. Selama ini yang terjadi adalah petani menjual gabah mereka ke penggilingan kecil ataupun pengepul dengan kadar air sekitar 25-30 persen. Selanjutnya, para penggilingan kecil ataupun pengepul yang akan menjual ke Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog. Melalui program Jemput Gabah, Bulog melakukan pembelian langsung kepada petani agar mempercepat serapan hasil panen.
Walau mendapat dukungan positif dari banyak pihak, program ini ternyata justru kurang diminati petani. Hal tersebut nampak dari masih minimnya jumlah serapan dari target yang diharapkan. Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengungkapkan hal itu karena petani sudah mempunyai hubungan yang baik dan terikat dengan penggilingan kecil yang ada di daerahnya masing-masing.
“Karena para petani ini sudah juga punya hubungan yang baik dan terikat dengan penggilingan-penggilingan kecil yang ada di daerahnya. Atau juga para pengepul-pengepul, karena mereka hubungannya dengan para pengepul dan penggilingan kecil itu sudah lama,” ucap Bayu saat meninjau langsung Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog di Karawang, Jawa Barat.
“Mereka berhitung apakah masuk, atau dapat untung nggak? Kan gitu. Jadi ternyata itu masih bisa. Jadi dengan relaksasi harganya masih bisa masuk. Jadi mereka tidak memilih program tadi, tidak menggunakan jemput gabah beras,” jelasnya.
Ia menandaskan bahwa program Jemput Gabah merupakan sinyal kepada pasar bahwa Bulog siap untuk masuk hingga ke tingkat petani guna menjaga stabilitas harga. Maka sekalipun saat ini capaiannya masih terbilang rendah, pihaknya tetap akan melanjutkan program Jemput Gabah meskipun minim diminati petani.
“Untuk program Jemput Gabah beras yang dilakukan Bulog, ternyata tidak banyak yang memanfaatkan fasilitas jemput gabah beras. Tapi apakah program Jemput Gabah beras akan hilangkan? Tidak. Tetap ada, kita standby aja. Tetap ada,” tandasnya.