Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah generasi muda usia 15-24 tahun atau Gen Z di Indonesia yang tidak beraktivitas produktif dalam artian tidak bekerja, tidak sedang sekolah, dan tidak sedang mengikuti pelatihan (not in employment, education, and training/NEET) hampir 10 juta orang.
Gen Z merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997-2012 atau berusia 12-27 tahun.
Data yang dipublikasikan BPS, secara lebih rinci jumlah generasi muda yang tergolong Gen Z tidak bekerja, tidak sedang dalam pendidikan, dan tidak menjalani pelatihan itu mencapai 9.896.019 orang.
Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional. “Persentase ini menurun sekitar 0,97 persen dibandingkan periode Agustus 2022,” tulis laporan BPS.
Dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, jumlah generasi muda tergolong NEET perempuan mencapai 5,73 juta orang (26,54 persen generasi muda perempuan) dan jumlah NEET laki-laki mencapai 4,17 juta orang (18,21 persen).
BPS menilai, angka NEET yang lebih tinggi di kalangan perempuan dapat mengindikasikan banyaknya keterlibatan perempuan di kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya.
Pekerjaan rumah tangga tersebut dinilai dapat menghalangi perempuan muda untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.
Kemudian jika dilihat berdasarkan golongan umurnya, generasi muda tergolong NEET paling banyak berada di usia 20-24 tahun, yakni sebanyak 6,46 juta orang, lalu generasi muda di usia 15-19 tahun tergolong NEET jumlahnya 3,44 juta orang.
Sementara berdasarkan daerah tempat tinggal tercatat sebanyak 5,2 juta anak muda tergolong dalam kategori NEET yang tinggal di daerah perkotaan dan 4,6 juta yang tidak bersekolah, tidak bekerja, dan tidak sedang mengikuti pelatihan tinggal di pedesaan.
Adapun jika dilihat berdasarkan pendidikannya, generasi muda tergolong NEET paling banyak merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA), jumlahnya 3,57 juta orang.
Kemudian, jumlah generasi muda lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) mencapai 2,29 juta orang, lalu lulusan sekolah menengah pertama (SMP) jumlahnya 1,84 juta orang, dan sekolah dasar (SD) jumlahnya 1,63 juta. Adapun jumlah generasi muda tergolong NEET lulusan universitas jumlahnya 452.713 orang dan lulusan diploma 108.464.
Sebagai informasi, BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi.
Terdapat berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.
Di luar Gen Z yang tergolong NEET, BPS mencatat masih ada 7,2 juta rakyat Indonesia yang menganggur pada Februari 2024. Angka itu turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Pada Februari 2024 terdapat 7,2 juta penganggur setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 % ,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pada konferensi pers pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024, Senin (6/5/24).
Angka tersebut, lanjut Amalia, lebih rendah dibandingkan Februari 2023. Bahkan lebih rendah dari tingkat pengangguran sebelum pandemi Covid-19. “Pada Februari 2020, TPT sebesar 4,94 % ,” ujarnya.
Per Februari 2024, terdapat 214 juta penduduk usia kerja di seluruh Indonesia. Naik 2,41 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 149,38 juta merupakan angkatan kerja. Naik 2,76 juta orang.
Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia memiliki banyak faktor penyebab. Hasil penelitian yang dirilis oleh Institut Pertanian Bogor pada tahun 2022 menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah regulasi yang tidak tepat disertai kencangnya persaingan global, sehingga penyerapan tenaga kerja Indonesia pun sedikit.
Selain itu, patut diakui bahwa penyebaran industri yang tidak merata dan hanya ke kota-kota besar, terlebih Jakarta, juga turut berpengaruh.
Dari semua faktor penyebab tingginya angka pengangguran, satu yang paling signifikan tapi tak kunjung selesai adalah kualitas pendidikan.
Pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan industri yang marak berkembang, dan secara keseluruhan kualitasnya pun mengenaskan.