Denpasar – Pemandangan alam yang memukau menjadi salah satu daya tarik wisata di Pulau Dewata, selain kekayaan tradisi dan budayanya. Bahkan, tak jarang pemandangan alam yang indah terbentuk berkat tradisi dan budaya yang dijaga sekian lama.
Salah satu persawahan yang berlokasi di daya tarik wisata jatiluwih tabanan, adalah lahan berundak-undak seluas sekitar 300 hektar yang ditanami padi, menghiasi sepanjang jalan. Sawah di sana dipertahankan sudah sejak ratusan tahun dan tumbuh subur berkat bantuan sistem pengairan yang adil bagi seluruh petani. Sistem pengairan dikelola bersama melalui organisasi mereka yang dikenal dengan ‘Subak’.
Subak Jatiluwih menjadi salah satu contoh sistem pengairan sawah yang khas di Pulau Dewata. Sejak ratusan tahun mereka memanfaatkan parit sebagai tempat penampungan air yang akan terus mengalir ke sawah-sawah mereka.
Pengelola daya tarik wisata Subak Jatiluwih, John Ketut Purna, yang juga menekuni pertanian, menjelaskan bahwa para petani di wilayah tersebut sudah bergabung dalam kelompok secara turun-temurun. Budaya pertanian ini terus dipertahankan lantaran bekerja dengan landasan keadilan. Hal ini tercermin dari pembagian air yang merata bagi seluruh anggota.
“Subak itu menganut asas kebersamaan dan dan pemerataan. Karena, siapapun yang dari awal kita bekerja sama itu wajib, dia mendapatkan hak, mendapatkan air sesuai dengan lahan yang dia punya,” kata John.
Sumber pengairan sawah di jatiluwih berasal dari sumber air mengalir Hutan Batukaru. Sumber air ditampung di tanggul kemudian dialirkan ke persawahan. Sistem pengolahan air yang berkeadilan inilah yang membuat badan PBB untuk pendidikan dan kebudayaan UNESCO, menetapkan Subak di jatiluwih sebagai warisan budaya dunia pada tahun 2012.
Masyarakat meyakini, warisan budaya yang diakui UNESCO ini tetap terjaga, karena filosofi Tri Hita Karana, atau 3 hubungan harmonis dalam menjaga keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.
Tak heran Daya Tarik Wisata Jatiluwih menjadi lokasi kunjungan para delegasi World Water Forum ke-10 pada 18-25 Mei 2024.
“Kita sangat bersyukur, karena leluhur kita sudah mewariskan kita sawah yang berundak seperti ini yang menjadikan jatiluwih terkenal dengan Subak. Dengan diakuinya sebagai warisan budaya dunia, diharapkan dapat meningkatkan perekonimian di desa,” pungkasnya John.