Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi bahwa video yang menayangkan situasi ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah (IGD RSUD) Kota Bekasi, Jawa Barat, membeludak karena lonjakan pasien demam berdarah dengue (DBD) sebagai informasi yang tidak valid.
“Menurut informasi dari RSUD setempat, video tersebut tidak valid,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dalam video berdurasi 34 detik yang beredar di sejumlah grup WhatsApp sejak Senin (6/5), memuat rekaman situasi tempat tidur perawatan pasien di ruang IGD RSUD Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, Jalan Pramuka, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, yang penuh dengan pasien.
Bahkan, tampak sejumlah pasien anak hingga lansia yang tidak kebagian tempat tidur harus dirawat menggunakan kursi roda dengan selang infus yang masih terpasang di lengan.
“Kondisi IGD RSUD Kota Bekasi saat ini penuh. Ruang rawat inapnya pun full. DBD luar biasa, mohon untuk pencegahan di rumah masing-masing dan pengurus RT/RW melakukan fogging untuk lingkungannya masing-masing ya kawan-kawan. Bekasi darurat DBD dan sudah tidak sedikit korban meninggal dunia,” demikian narasi dalam postingan video tersebut.
Menurut Imran pihak RSUD setempat telah menyampaikan sanggahan atas informasi itu kepada Pemda Kota Bekasi maupun Kemenkes.
Dalam laporannya kepada Kemenkes, kata Imran, jumlah pasien DBD RSUD Kota Bekasi mencapai 490 orang pada kurun 1 Januari hingga 6 Mei 2024, sebanyak lima di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Komposisi pasien terdiri atas 224 pasien anak dan 266 pasien dewasa.
Direktur RSUD Kota Bekasi Kusnanto dalam sanggahannya menyatakan bahwa video itu terlalu berlebihan, meskipun diakui kunjungan IGD sangat tinggi dan selalu full sejak kasus DBD meningkat dalam enam bulan terakhir.
“Ini terlalu berlebihan. Kondisi ruang IGD RSUD Kota Bekasi pada 5 Mei 2024 cukup kondusif,” katanya seraya menyebut video itu bukan dari pihaknya.
Ia menjelaskan pelayanan RSUD terus berjalan dengan baik, meski dalam 6 bulan terakhir terjadi peningkatan kunjungan pasien serta peningkatan rawat inap akibat penyebaran penyakit infeksi saluran pernapasan serta DBD.
Ia mengatakan durasi layanan di IGD sejak pasien datang hingga penegakan diagnosa dan keputusan rawat inap atau rawat jalan sesuai dengan standar operasional prosedur mencapai 6 jam.
“Dalam kondisi tertentu terjadi delay layanan sehingga lebih dari 6 jam akibat kondisi ruang rawat inap yang penuh,” katanya.
Sehingga dalam kondisi tersebut, kata Kusnanto, diupayakan untuk tetap mengakomodasi kebutuhan rawat inap dengan diterapkan kebijakan fleksibilitas di ruang rawat inap berdasarkan tren penyakit yang sedang meningkat.
“Jika kapasitas bed ruang rawat inap tetap full, maka pasien dimotivasi untuk dirujuk, namun seringkali terkendala akibat pasien atau keluarga menolak,” katanya.