Yogyakarta – Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, mengkritik keputusan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tidak menghadiri sidang Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan). Alih-alih menghadiri sidang, Ghufron justru melakukan gugatan terkait Peraturan Dewas (Perdewas) ke Mahkamah Agung (MA), kemudian juga menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta.
“Pertama mangkirnya Ghufron ini menunjukkan sikap tidak koperatif terhadap upaya penegakan koperatif di KPK. Kedua, ini menjadi contoh buruk bagi insan KPK lainnya. Baik bagi pimpinan yang lain, maupun bagi khususnya bagi pegawai,” kata Zenur.
Zaenur juga menilai langkah Ghufron mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) dan menggugat ke PTUN Jakarta tidak menggugurkan kewajibannya untuk menghadiri persidangan kode etik Dewas KPK. Menurutnya, Ghufron wajib menghadiri setiap panggilan persidangan kode etik.
“Jadi kewajiban Nurul Ghufron untuk menghadiri persidangan kode etik, adapun nanti soal putusan dari pengadilan itu adalah hal yang berbeda lagi, soal apa-apa yang digugat oleh Nurul Ghufron itu adalah hal yang berbeda lagi. Tapi persidangan kode etik merupakan sebuah kewajiban dari setiap insan KPK setiap dilakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan.
Artinya ketika mangkir dari sidang penegakan kode etik, itu tidak menunjukkan sikap kesatria juga tidak menunjukkan keteladanan. Tidak ada satupun alasan untuk mangkir dari pemanggilan sidang kode etik,” jelasnya.
Oleh karena Ghufron tidak menghadiri undangan pemeriksaan, Dewas KPK menunda sidang etik terhadap Ghufron. Jadwal terbaru menyatakan persidangan akan dilakukan pada 14 Mei 2024 mendatang.
“Sidang ditunda tanggal 14 Mei 2024,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris kepada wartawan, Kamis (2/5).