Amerika Serikat – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengesahkan undang-undang “Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act”. Dengan undang-undang ini, pemerintah Amerika Serikat memiliki regulasi legal untuk melakukan pembatasan hingga pelarangan terhadap perusahaan asing yang beroperasi di wilayahnya. Salah satu yang terkena dampaknya adalah perusahaan pembuat aplikasi Tik Tok.
Pemerintah Amerika Serikat melalui regulasi ini memberi waktu pada TikTok hingga September 2024 untuk dijual ke perusahaan non-China. Bila diperlukan, pemerintah Amerika Serikat akan memberikan waktu tambahan sekitar tiga bulan, hingga Desember 2024, guna memperlancar proses transaksi penjualan. Bila sampai tenggat itu TikTok tidak juga terjual, aplikasi berbagi video singkat tersebut bakal diblokir di Amerika Serikat.
Juru bicara TikTok, Alex Haurek, mengatakan bahwa TikTok berencana menggugat undang-undang tersebut di pengadilan. Hal ini bisa memperpanjang jangka waktu penentuan pelarangan jika pengadilan menunda penegakan hukum sambil menunggu resolusi.
“Sementara kami terus menentang larangan yang tidak konstitusional ini, kami akan terus berinvestasi dan berinovasi untuk memastikan TikTok tetap menjadi ruang di mana orang Amerika Serikat dari semua lapisan masyarakat dapat dengan aman datang untuk berbagi pengalaman, menemukan kegembiraan, dan terinspirasi,” kata Haurek.
Beberapa anggota kongres tidak setuju, jika TikTok harus diblokir dari Amerika Serikat. Ultimatum pemblokiran disebut-disebut tidak sesuai dengan semangat dan prinsip negara Amerika Serikat.
“Mengancam melakukan pemblokiran tidak sesuai dengan semangat bangsa Amerika Serikat, yakni kebebasan berekspresi,” ujar Rand Paul, senator dari Partai Republik yang menentang undnag-undang ini.
Dari luar pemerintahan, CEO SpaceX dan Tesla Elon Musk juga menyuarakan pendapatnya lewat akun X Twitter pribadinya (@elonmusk). Menurut Musk, pelarangan TikTok jelas bertentangan dengan kebebasan berekspresi.
“Seharusnya TikTok tidak dilarang di AS, meski larangan tersebut mungkin saja menguntungkan platform X (dulu Twitter). Melakukan (pemblokiran) akan bertentangan dengan kebebasan berbicara dan bereskpresi. Itu bukan prinsip dari AS,” katanya.