Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengapresiasi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang untuk pertama kali, mempersilakan pemohon menyerahkan kesimpulan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
“Selama ini, yang namanya sidang Pilpres itu biasanya tidak diberikan kesimpulan. Jadi langkah hakim MK ini luar biasa, sesuatu yang luar biasa,” kata Refly Harun dalam acara Indonesia Lawyer’s Club (ILC), yang dipantau cuplikannya di akun YouTube Refly Harun, Jumat (19/4/2024).
Refly mengatakan, hakim MK juga memberi kesempatan kepada Pemohon menyampaikan bukti tambahan dan mengomentari atau menggaris bawahi keterangan 4 menteri, yang mewakili pemerintah dalam Sidang PHPU Pilpres 2024. Hal itu, disertakan dalam kesimpulan perkara PHPU oleh para pemohon.
Keempat menteri yang memberi keterangan terkait bansos dalam sidang PHPU di MJ, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
“Dalam sidang terakhir, kita tidak diberikan kesempatan untuk bertanya karena posisi menteri bukan sebagai saksi atau ahli tapi pihak pemberi keterangan. Tapi kita diberikan kesempatan untuk mengomentari atau menggaris-bawahi keterangan para menteri, yang dimasukkan dalam kesimpulan,” ujar Refly.
Menurut Refly, kesempatan yang diberikan hakim MK merupakan kebijakan yang luar biasa karena memberi ruang bagi pemohon untuk menambah bukti dan memperkuat dalil yang diajukan dalam permohonan PHPU.
Hal itu, lanjutnya, menunjukkan bahwa hakim konstitusi ingin menggali hal-hal yang sifatnya substansial dari dalil yang diajukan pemohon dalam perkara PHPU Pilpres 2024.
“Itu makin menegaskan hakim konstitusi ingin sekali menggali apa sih yang menjadi persoalan. Nah itu luar biasa, saya berbahagia, bergembira dengan kesempatan-kesempatan yang diberikan hakim MK bagi pemohon,” ungkap Refly.
Jangan Samakan
Terkait kebijakan hakim konstitusi yang memberi kesempatan kepada pemohon dalam perkara PHPU tersebut, Refly menyampaikan hal itu merupakan sesuatu yang wajar.
Refly yang juga Juru Bicara Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 1, Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, menyampaikan persidangan di Mahkamah Konstitusi memiliki perbedaan atau jangan disamakan dengan persidangan di pengadilan perdata dan pidana. Dalam persidangan pidana misalnya, tim kuasa hukum dari Penggugat dan Tergugat dapat mengajukan saksi, ahli, dan bukti-bukti sebanyak-banyaknya karena sidang dapat dilakukan berkali-kali tanpa batas waktu.
Sementara itu, pada perkara PHPU Pilpres di MK, persidangan memiliki batas waktu sesuai peraturan, padahal temuan masalahnya bisa mencapai ribuan, tetapi saksi dan ahli yang diajukan jumlahnya dibatasi.
Persidangan PHPU Pilpres 2024 di MK, masalah pelanggaran berdasarkan dalil termasuk saksi penerima bansos jumlahnya mencapai ribuan, tetapi pemohon hanya diberikan kesempatan untuk membuktikan dalam satu hari saja dengan maksimal 19 orang maksimal saksi dan ahli.
“Terhadap sidang di MK, kita sudah paham tidak mungkin kemudian hanya mengandalkan saksi-saksi saja karena itu yang kita andalkan dua hal. Pertama, keterangan ahli, karena kita ingin mengadakan yang namanya scientific approach pendekatan yang ilmiah. Kedua, alat-alat bukti yang kita sertakan,” tutur Refly.
Dia menjelaskan, ada awalnya tim kuasa hukum Paslon 1 menyertakan 312 alat bukti dalam persidangan PHPU. Namun dalam kesimpulan perkara PHPU Pilpres, ditambahkan 31 alat bukti, sehingga total ada 343 alat bukti yang disertakan tim kuasa hukum paslon 1.
“Dengan alat bukti ini, maka paling tidak hakim MK bisa membaca itu jadi tidak hanya yang tampak di persidangan tapi apa yang diajukan di dalam dokumen permohonan plus alat buktinya itu bisa melengkapi dan menjadi pertimbangan,” ungkap Refly.
Dia menambahkan, paslon 1 telah menyampaikan kesimpulan perkara PHPU Pilpres pada 16 April 2024 dan mempertegas kembali 8 dalil yang diajukan ke MK.