Jakarta – Masyarakat Indonesia di luar negeri yang tergabung dalam kolaborasi lintas dunia, World for Ganjar-Mahfud mendesak anggota DPR RI berani melawan tekanan penguasa dan menggulirkan hak angket.
Hak angket adalah salah satu cara untuk menyelidiki kecurangan dan pelanggaran Undang-Undang (UU) dalam penyelenggaraan Pemilu, serta untuk memulihkan kepercayaan rakyat kepada demokrasi.
Hal itu disampaikan World for Ganjar-Mahfud dalam suratnya perihal hak angket kepada anggota DPR RI. Surat tersebut disampaikan ke Sekretariat Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, pada Rabu (17/4/2024).
Juru Bicara World for Ganjar, Mustar Bona Ventura menegaskan, DPR sebagai wakil rakyat harus berani untuk menyelidiki semua dugaan kecurangan di setiap tahapan Pemilu 2024 (Pilpres dan Pileg) sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan memulihkan citra demokrasi di dalam dan di luar negeri.
“Hasil pengkajian pelaksanaan Pemilu 2024 dapat menjadi saran perbaikan untuk Pemilu mendatang, bermula dari Pilkada yang akan dimulai pada bulan November 2024,” ujarnya.
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum, keraguan anggota DPR untuk melaksanakan hak angket disebabkan oleh berbagai tekanan, baik dari masalah hukum atau pun negosiasi kursi kekuasaan.
“Izinkan kami untuk mengingatkan bahwa Bapak dan Ibu dipilih rakyat dan bersumpah untuk mewakili kepentingan masyarakat luas, bukan kepentingan, ambisi pribadi. Integritas bangsa Indonesia ada di tangan Bapak dan Ibu yang terhormat,” tandasnya.
Lebih lanjut, situasi politik yang tidak stabil akan semakin meruncing jika masalah kecurangan pada Pemilu 2024 tidak diselesaikan dengan baik.
“Sebagai perwakilan masyarakat Indonesia di luar negeri, kami yakin hal ini akan berdampak negatif untuk mendatangkan pelaku wisata atau investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia,” katanya.
World for Ganjar-Mahfud yang mewakili masyarakat Indonesia di Amerika Serikat (AS), Kanada, Australia, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah memohon kepada anggota DPR untuk melaksanakan hak angket dengan tegas, independen, serta transparan dalam melakukan penyelidikan untuk memastikan integritas dan kejujuran seluruh proses Pemilu 2024.
Hal ini akan menjadi pijakan untuk membangun kepercayaan rakyat terhadap demokrasi dan menegaskan kewajiban DPR sebagai wakil rakyat untuk mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Dalam upaya mewujudkan Pemilu yang lebih bersih, jujur dan adil, kami berharap DPR akan segera merespons permohonan ini dengan langkah-langkah konkret dan benar-benar bermakna,” tegasnya.
Amarah dan Kegaduhan
Mustar menuturkan, tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 menimbulkan banyak kegaduhan, kemarahan dan ketidakpercayaan masyarakat luas terkait dengan pelaksanaan asas Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
“Banyaknya bukti kecurangan yang dapat dilihat dengan kasat mata misalnya dari segi personifikasi bantuan sosial (bansos) dan teknologi informasi (TI) yang didesain sebagai alat bantu kecurangan, sangatlah penting untuk DPR segera melaksanakan hak angket, melakukan penyelidikan terhadap kecurangan dan juga membuktikan kebenaran,” kata dia.
Hal lain yang disorot World for Ganjar-Mahfud adalah kolusi, nepotisme, dan cawe-cawe yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai wali kota Solo berlanjut ke calon wakil presiden (cawapres) yang prosesnya dimuluskan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/2023 dengan bantuan Ketua MK saat itu Anwar Usman, yang tak lain adalah ipar dari Presiden Jokowi.
Mustar menyatakan, bahwa hal tersebut melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Pertunjukan pelanggaran etika dan moral ini tidak hanya memalukan di depan masyarakat Indonesia yang waras, juga mendapat sorotan tajam dari pengamat di dunia internasional, baik Mahkamah Konstitusi internasional atau pun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” bebernya.
Dia menyebut, anggota Komisi Hak Asasi Manusia di PBB (CCPR) Bacre Waly Ndiaye pun mempertanyakan netralitas Jokowi dalam Pilpres 2024 dalam Sidang Komite HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada 12 Maret lalu.
“Sesuai amanat konstitusi, kami berpendapat yang terpenting dan dibutuhkan dalam suatu Pemilu adalah hasil Pemilu yang kredibel dan legitimate, sehingga dapat menghasilkan dan membentuk pemerintahan baru yang berintegritas dan dipatuhi dengan penuh kepercayaan oleh seluruh rakyat,” pungkasnya.