Jakarta – PDI Perjuangan harus menjadi motor penggerak pengajuan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 di DPR. Hal itu penting untuk membuktikan bahwa PDI Perjuangan benar-benar ingin melawan cara berpolitik dan berdemokrasi yang kotor dan pragmatis, seperti yang terjadi pada Pemilu 2024.
Menurut Prof riset di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, PDI Perjuangan harus memimpin proses pengajuan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 di DPR, untuk menunjukkan bahwa partai banteng moncong putih itu konsisten melawan ketidakadilan yang telah mencoreng demokrasi Indonesia.
“Sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif dan partai terbesar di Indonesia, PDI Perjuangan harus menunjukkan bahwa mereka tetap rawe-rawe rantas malang-malang putung (Jika ada yang menghalangi atas maksud dan tujuan yang sudah dicanangkan agar dapat disingkirkan atau dipatahkan), jadi jangan kemudian melempem,” kata
Ikrar, dalam acara Speak Up di YouTube Channel Abraham Samad, yang dipantau pada Senin (15/4/2024).
Ikrar meyakini, jika PDI Perjuangan mengajukan Hak Angket, maka akan ada langkah yang sama dan dukungan dari partai lainnya, seperti Partai Persatuan Indonesia (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan individu-individu dari partai yang berkoalisi mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, akan turut memberikan dukungan.
Ikrar menyampaikan, proses hak angket oleh PDI Perjuangan sangat bergantung pada ketegasan sikap Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Pasalnya, hal itu akan mematahkan dugaan bahwa PDI Perjuangan tak berniat mengajukan hak angket, seperti tersirat dalam beberapa pernyataan Ketua DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan, Puan Maharani.
“Kalau saya jadi Megawati, saya akan mengambil keputusan Hak Angket harus jalan. Biar bagaimana pun PDI Perjuangan harus menunjukkan bahwa mereka benar-benar ingin menghadirkan cara-cara berpolitik, dan cara-cara berpartai yang baik, juga cara-cara berdemokrasi yang baik, termasuk dalam pemilihan umum,” ujar Ikrar.
Dia menilai, pengajuan hak angket di DPR akan memperkuat proses hukum terkait permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Paslon nomor urut 3 yang diusung PDI Perjuangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ikrar menyampaikan, Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 menjadi salah satu cara untuk memperingatkan penguasa, termasuk partai politik agar jangan membiarkan perilaku politik yang kotor dan menciderai demokrasi terulang lagi.
Bargaining Position
Ikrar mengungkapkan, pengajuan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 juga harus diusung Partai Nasdem dan PKB yang disebut-sebut akan bergabung dalam barisan partai pendukung Prabowo-Gibran. Pasalnya, hal itu akan menjadi bargaining position atau posisi tawar bagi Nasdem dan PKB.
“Seharusnya mereka berjuang di hak angket dulu supaya bargaining position-nya lebih kuat. Kalau dari sekarang sudah ngomong atau berdialog dengan kubu Paslon 2 untuk posisi di kabinet, tapi enggak ajukan Hak Angket, enggak ada jaminan karena posisi tawarnya lemah,” ungkap Ikrar.
Hal yang sama juga akan dialami Puan Maharani jika membangun dialog dengan Partai Gerindra hanya untuk mengamankan posisinya sebagai Ketua DPR. Sebab bukan tidak mungkin Gerindra dan barisan partai pendukung Prabowo-Gibran dapat mengubah ketentuan terkait syarat Ketua DPR di UU MD3.
Seperti diketahui, syarat utama menjadi Ketua DPR adalah anggota legislatif dari Partai Pemenang Pemilu, dan yang meraih suara terbanyak. Hal ini yang mengantarkan Puan Maharani terpilih menjadi Ketua DPR periode 2019-2024.
“Ini pernah terjadi dulu, bisa diubah melalui voting, ya bisa kalah juga Puan. Cuma kalau dia memperjuangkan posisi Ketua DPR dan melempem dalam proses hak angket, buat saya itu berarti dia lebih mementingkan posisi jabatan politik ketimbang bagaimana memperbaiki supaya Pemilu di masa depan itu tidak lagi seperti yang terjadi pada 2024 ini yang sangat brutal, yang kotor, dan sangat intimidatif,” tutur Ikrar.