Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari meragukan, 3 putusan progresif Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menjamin putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU) 2024, yang akan dibacakan pada 22 April 2024, menjadi lebih baik.
Feri menyangsikan keputusan itu akan memberi perkembangan luar biasa. Tetapi setidaknya MK saat ini telah membangun peradaban konstitusional yang jauh lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya.
Dia mengatakan, putusan MK akhir-akhir ini di bawah kepemimpinan Ketua MK Suhartoyo cukup progresif dan signifikan.
Tiga putusan MK dimaksud adalah melarang pengurus partai politik (parpol) menjabat Jaksa Agung. Putusan ini tertuang dalam Nomor 6/PUU-XXII/2024.
Kemudian, pemilihan kepala daerah harus digelar sesuai jadwal yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yakni pada November 2024.
Selanjutnya, MK menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% suara sah nasional yang sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
“Putusan MK itu sudah menunjukkan kemajuan sebelum PHPU Pilpres. Dan, tentu saja itu bukan jaminan putusan PHPU Pilpres akan jauh lebih baik, memberi perkembangan luar biasa,” ujarnya dikutip dari kanal Youtube Feri Amsari, Jumat (12/4/2024).
Setidaknya, lanjutnya, MK saat ini membangun peradaban konstitusional yang jauh lebih baik dari generasi sebelumnya.
“Tinggal kita melihat apakah putusan sebelumnya hanya kamuflase yang sedang dibangun untuk putusan PHPU yang akan bermasalah atau ini memang satu garis lurus yang memang setara, progresif dan berkembang,” tukasnya.
Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menuturkan, bahwa cara berpikir para hakim berkaitan dengan perkembangan sistem politik. Secara umum hakim membentuk hukum karena terpengaruh ruang-ruang di sekelilingnya dan 3 putusan MK yang progresif itu hadir sebelum sengketa Pilpres 2024.
“Kita tunggu 22 April nanti, sejauh mana MK mampu memberikan hal yang berbeda,” katanya.
Lebih lanjut, Feri mengapresiasi hal positif yang muncul dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 seperti sidang tidak berlangsung sampai larut malam, hanya pagi hingga sore hari. Hal ini membantu publik untuk bisa memahami perkara dengan baik karena tidak harus memantau persidangan hingga larut malam.
“Ini generasi hakim konstitusi pertama yang membuat persidangan cukup baik dari segi waktu karena disidangkan dari pagi sampai sore saja. Dan ini cukup membantu para pihak untuk bisa melakukan persiapan dengan matang,” ujar dia.
Selain itu, sidang sengketa Pilpres kali ini juga yang pertama kali menghadirkan empat menteri untuk dimintai keterangan terkait cawe-cawe dan pembagian bantuan sosial (bansos) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski demikian, dia juga mencatat ada beberapa hal yang dikritik selama proses persidangan, yakni majelis hakim tidak memberi kesempatan kepada pihak pemohon untuk bertanya kepada empat menteri dan mengapa majelis hakim tidak menghadirkan Jokowi di persidangan.
Seperti diketahui empat menteri yang hadir dan memberi keterangan di persidangan pada Jumat (5/4/2024) adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.