Jakarta – Kedatangan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani ke kediaman Presiden kelima RI Megawati Sukarnoputri hingga dua kali dalam rangka halal bihalal Idul Fitri sangat sarat sebagai ‘messenger’atau penyampai pesan dari kubu pasangan calon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming kepada Megawati. Pernyataan itu disampaikan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi, Jumat, 12 April 2024.
“Saya menilai kedatangan Rosan sebagai pembuka jalan dari rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati di kemudian hari. Hal ini Mengingat Megawati adalah sosok yang dikenal kukuh pendiriannya dalam penegakan hukum, jadi tidak otomatis menerima kedatangan Rosan sebagai representasi kubu 02 sebagai tanda penerimaan Megawati terhadap hasil Pilpres 2024,” urai Ari.
Staf Khusus Megawati pada 2004-2010 ini menekankan, Megawati tetap mempercayakan proses penyelesaian dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 kepada ranah hukum baik melalui jalur di Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Hanya saja, dari sisi ukhuwah Islamiyah, Mega memang tidak membatasi tamu yang hadir, walau semula dinyatakan tidak menggelar open house dalam rangka Idul Fitri. Bagaimanapun juga, rencana pertemuan dengan Prabowo adalah sebuah keniscayaan,” tegas Ari Junaedi.
Pengajar komunikasi politik di berbagai universitas ini menggarisbawahi, relasi Megawati dengan Prabowo atau antara PDI Perjuangan dengan Gerindra sama sekali tidak ada masalah.
“Justru yang bermasalah adalah relasi Jokowi dengan Megawati atau Jokowi dengan PDI Perjuangan. Apalagi sosok Megawati dan PDI Perjuangan adalah sosok dan institusi yang membesarkan Jokowi dengan anak serta menantunya,” urai Ari.
Karena itulah, ia menekankan adab relasi sopan santun serta kebiasaan selama ini di setiap momen halal bihalal yang muda mendatangi yang lebih sepuh untuk mengucapkan mohon maaf. Menjadi aneh dan salah jika adab dan norma itu dibalik.
“Jadi pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang berharap Megawati kiranya mendatangi Jokowi ke Istana adalah pernyataan bodoh. Pernyataan itu tidak bisa memahami konteks relasi Ibu dan anak, seperti yang ditunjukkan Megawati kepada Jokowi sejak mengusungnya sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI hingga Presiden RI hingga dua periode. Ketika semua proses itu terjadi, sepertinya Bahlil masih sibuk memulai menata hidup,” pungkas Ari.