Beijing – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan bahwa mempolitisasi hasil produksi, masalah ekonomi, serta perdagangan suatu negara, kemudian mengaitkannya dengan isu keamanan negara lain, merupakan bentuk pelanggaran hukum ekonomi. Perkataan Mao Ning tersebut menjadi peringatan agar semua negara menghormati hukum ekonomi dan melakukan persaingan dagang secara adil.
“China percaya bahwa semua pihak perlu menghormati prinsip-prinsip dasar ekonomi pasar, seperti persaingan yang adil dan kerja sama. Serta menangani perselisihan perdagangan dengan baik sejalan dengan aturan WTO agar dapat menjaga industri global dan rantai pasok tetap stabil,” jelasnya.
Di dunia yang terglobalisasi, lanjutnya, negara-negara perlu melihat permintaan dan potensi pasar global pada masa depan untuk melihat apakah terdapat kelebihan kapasitas.
“Keseimbangan antara pasokan dan permintaan global bersifat relatif, sedangkan ketidakseimbangan adalah hal yang lumrah. Cara terbaik untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut adalah dengan membiarkan pasar berperan sesuai hukum ekonomi,” tandasnya.
Perkataan Mao Ning tersebut merupakan respons atas pernyataan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen. Dalam kunjungannya ke China, Yellen mengungkapkan banyaknya produksi mobil listrik asal China saat ini melebihi permintaan pasar domestik, dan banyaknya kendaraan yang diekspor bakal mengancam lapangan kerja di berbagai negara lain.
Jika mau ditelisik, pernyataan Yellen sebenarnya tidak tepat. Data di lapangan justru menunjukkan overkapasitas hanya terbukti pada panel surya dan baterai, bukan pada kendaraan listrik.
Di bidang otomotif, China merupakan pasar kendaraan listrik murni dan hybrid terbesar di dunia. Produsen China juga banyak mengunggulkan ladang miliknya sendiri untuk memanen keuntungan penjualan. Ini dapat dilihat berdasar pada data rasio ekspor terhadap produksi mobil listrik China yang justru jauh lebih rendah dibanding Jerman, Jepang, dan Korea Selatan.