Jakarta – Gelaran Piala dunia FIBA yang digelar di Jakarta, Okinawa, dan Manila tahun lalu menuai sukses besar. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu segera dibenahi sebelum ajang internasional lain digelar.
Salah satunya adalah kejadian yang menimpa Borisa Simanic. Saat timnya berhadapan dengan Sudan, pemain Serbia itu berbenturan dengan Nuni Umot. Karena merasakan kesakitan yang hebat, Borisa segera dirujuk ke rumah sakit terdekat dan menjalani operasi darurat. Sayangnya, operasi sempat tertunda agak lama karena tim dokter sempat kesulitan mendapat tranfusi darah. Meski akhirnya operasi bisa dilakukan dan selesai dengan baik, Borisa harus merelakan kehilangan satu ginjalnya.
Tidak ingin peristiwa tragis yang membuat Borisa kehilangan ginjal terulang, FIBA berencana merevisi regulasi mengenai kualitas rumah sakit rujukan.
“Saya adalah anggota dari FIBA Medical Commission. Kami menggelar rapat satu bulan lalu di Jenewa dan salah satu topiknya adalah mengenai fasilitas kesehatan untuk turnamen. Selama ini, FIBA tidak pernah ikut campur dalam pemilihan rumah sakit rujukan di sebuah kota atau negara penyelenggara. FIBA juga tidak bisa menentukan kompetensi untuk rumah sakit yang ada. Ini adalah hal yang mudah untuk panitia lokal atau Local Organizing Committee (LOC),” kata dr. Dragan Radovanovic, Presiden Palang Merah Serbia.
“Kami sedang mengkaji apakah bisa memberikan kriteria tertentu untuk panitia lokal dalam menentukan rumah sakit rujukan. Apakah kami bisa membuat kriteria untuk memastikan kompetensi rumah sakit tersebut, terutama dalam spesialisasi tertentu. Sebenarnya FIBA sudah mempunyai panduan dan instruksi untuk penentuan rumah sakit bagi negara atau kota penyelenggara. Namun, untuk hal kompetensi rumah sakit, sampai sekarang belum ada karena FIBA jelas tidak bisa menentukan hal tersebut,” tutupnya.