Jakarta – Masih ada yang layak disimak dari persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pilpres di Mahkamah Konstitusi akhir pekan lalu. Kemenangan pasangan Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024 diduga terjadi karena adanya kecurangan. Beberapa hal yang diduga sebagai bukti kecurangan adalah pemberian bansos di masa kampanye, serta banyaknya kunjungan Presiden ke beberapa provinsi, terutama Jawa Tengah.
Guna menjawab dugaan tersebut, Mahkamah Konstitusi menghadirkan empat Menteri sebagai saksi dalam persidangan. Keempat menteri itu adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
“Kami harus menanyakan, apa kira-kira yang menjadi pertimbangan presiden memilih, misalnya, ke Jawa Tengah itu lebih banyak kunjungannya dibandingkan ke tempat lain? Ini berkaitan dengan kunjungan yang ada pendistribusian bansosnya,” tanya Hakim Konstitusi, Saldi Isra.
“Kira-kira, alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan-kunjungan presiden itu dari mana?” lanjutnya.
Saldi juga menanyakan, apakah pertemuan-pertemuan yang dilakukan dalam rangka membahas pelaksaaan program kerja kementerian mempertimbangkan sensitivitas situasi. Pasalnya, pertemuan-pertemuan tersebut dilakukan dalam masa kampanye Pemilu, sehingga mudah ditafsirkan macam-macam oleh orang yang melihatnya.
Hal terakhir yang ditanyakan terkait alokasi anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp42,3 triliun, yang di dalamnya ada pos pengeluaran untuk lain-lain. Salah satunya untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) mitigasi resiko pangan senilai Rp11,3 triliun.
“Bagaimana menjelaskan korelasi angka 11,3 triliun itu dengan mitigasi BLT Elnino itu yang jumlahnya 7,5? Ini berhimpitan atau tidak?” pungkasnya.