Jakarta – Jaringan Komunitas untuk BPJS TK melakukan pengaduan ke kantor Komnas HAM terkait penolakan klaim jaminan kematian warga transgender lanjut usia dan miskin oleh BPJS Ketenagakerjaan (TK). Padahal Koordinator Jaringan Komunitas untuk BPJS TK, Hartoyo, memastikan kepesertaan transpuan aktif karena tertib membayar iuran.
“Masih ada 163 peserta BPJS TK aktif dari kelompok transgender yang dikelola oleh komunitas. Artinya jika salah satu peserta tersebut meninggal, berpotensi akan ditolak klaim kematiannya oleh BPJS TK,” kata Hartoyo.
Dasar penolakan klaim oleh BPJS TK dinilai mengada-ada, seperti surat wasiat transgender tidak memenuhi syarat, dianggap punya penyakit menahun, dan tidak bekerja. Ironisnya lagi, BPJS TK pada 27 Maret 2024 lalu telah menerbitkan surat penolakan anjuran atau rekomendasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) atas tuntutan pemenuhan hak klaim jaminan kematian warga transgender miskin.
Ia mencontohkan dua kasus pengaduan penolakan klaim kematian dari peserta non-transpuan yang terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dan Ngawi, Jawa Timur, dengan alasan yang hampir sama dengan alasan yang ditimpakan kepada kelompok transpuan.
“Patut diduga kasus penolakan klaim kematian peserta oleh BPJS TK terjadi secara masif di seluruh Indonesia. Padahal, setiap peserta secara sah memiliki kartu dan membayar iuran bulanan BPJS TK, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Hartoyo.
Dalam analisis kasus di tingkat Pengaduan Komnas HAM, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menengarai BPJS TK telah melanggar hak atas kesejahteraan, kesehatan, dan perlakuan diskriminatif karena menolak klaim-klaim kematian transpuan yang merupakan peserta aktif BPJS TK.
“Kasus ini sedang berproses ditangani Komnas HAM, terutama di bagian mediasi, karena ada dugaan pelanggaran HAM, terutama hak atas kesejahteraan, secara spesifik juga hak atas kesehatan dan ada potensi perlakuan diskriminatif dalam klaim BPJS di mana mereka (warga transpuan) terdaftar sebagai peserta,” papar Anis.