Jakarta – Tujuh perusahaan asuransi berada dalam pengawasan khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu dilakukan karena ketujuh perusahaan tersebut gagal memenuhi regulasi yang mengharuskan kepemilikan rasio solvabilitas kurang dari 80 persen, rasio likuiditas kurang dari 80 persen, dan rasio kecukupan investasi kurang dari 80 persen. Atau pemegang saham tidak memiliki kemampuan untuk melakukan setoran modal pada perusahaan dan/atau atau mencari investor strategis untuk melakukan setoran modal pada perusahaan.
“Permasalahan pada umumnya adalah kurangnya permodalan perusahaan untuk menutup defisit perusahaan agar tingkat kesehatan mencapai minimum yang dipersyaratkan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono di Jakarta.
Ogi menjelaskan, pengawasan khusus dilakukan agar perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis. Meski demikian, kondisi permodalan di industri asuransi komersial dianggap tetap solid. Industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 452,24 persen dan 339,94 persen, jauh di atas ambang batas sebesar 120 persen.
Pada 2024, lanjut Ogi, terdapat dua perusahaan yang akan memproses spin off unit usaha syariah (UUS) dengan cara mendirikan perusahaan asuransi syariah dan tiga perusahaan akan/sedang memproses spin off dengan cara pengalihan portofolio.
Spin off asuransi syariah bertujuan untuk meningkatkan volume bisnis perusahaan, memperluas pasar, meningkatkan market share dan brand image serta aktualisasi prinsip syariah dalam operasional dan pelayanan nasabah.