Jakarta – Peningkatan bantuan sosial berkorelasi dengan meningkatnya perilaku voting, kepercayaan dan dukungan dari penerima manfaat. Fenomena bantuan sosial (social assistance) dinilai punya peranan cukup signifikan dalam memengaruhi preferensi pemilih pada Pemilu 2024.
Hal tersebut diungkapkan oleh ahli psikologi politik Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk. Dia menjadi salah satu ahli yang diajukan pemohon Ganjar-Mahfud pada sidang sengketa Pilpres, perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hamdi mengungkapkan bahwa, berdasarkan hasil meta analisis yang dilakukannya, bantuan sosial (bansos) memiliki peranan sebesar 29 persen sebagai faktor yang menentukan preferensi pemilih. Ini, menurut Hamdi, menunjukan adanya korelasi positif yang moderat antara bantuan sosial dan dukungan politik masyarakat.
“Ini berarti secara umum peningkatan bantuan sosial berkorelasi dengan peningkatan perilaku voting, kepercayaan dan dukungan dari penerima manfaat,” paparnya pada sidang yang dipimpin langsung Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Hamdi menjelaskan faktor social aids (bansos) punya peran 29 persen terhadap preferensi pemilih. Adapun sekitar 71 persen ditentukan penyebab-penyebab lain. Misalnya karena ketokohan, suka, agama, sosiologis, dipengaruhi teman, analisis terhadap kemampuan paslon, kampanye dan seterusnya.
Hamdi menegaskan bahwa Pemilu di Indonesia mirip dengan Pemilu di Nigeria, di mana dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai, tingkat kepuasan terhadap petahana meningkat. Sebab, menurut hasil riset Change & Oigbochie 2023, petahana dievaluasi oleh rakyatnya secara positif. Conditional Cash Transfers di Nigeria membuat para pemilih memastikan prefrensi politiknya.
Bahkan dalam beberapa studi, menurut Hamdi, disebutkan bahwa petahana telah melakukan kebaikan seperti Sinterklas dan membuatnya dipilih lagi. “Ini kenapa politisasi bansos ini menjadi problematik dalam konteks demokrasi kita hari ini, karena satu. Bansos ini hanya bisa dikendalikan oleh orang yang memiliki otoritas (petahana),” tuturnya.
Dia menekankan, petahana memang tidak maju pada Pemilu 2024, tapi ada istilah ‘teman saya’, ‘setengah petahana’ yaitu anak presiden yang maju menjadi calon wakil presiden. Dengan demikian dibangun opini publik bahwa ‘setengah petahana’ mewakili petahana yang mendorong mekanisme psikologis kepuasan terhadap petahana dikonversikan terhadap ‘si setengah petahana’.