Tokyo – Sebuah riset yang dirilis Research Institute for Centenarians baru-baru ini mendapati bahwa orang Jepang tidak ingin berumur hingga 100 tahun. Dari 2.800 responden berusia 20-79 tahun, mayoritas meyakini memiliki usia panjang – apalagi hingga 100 tahun – lebih banyak sisi negatif dari positifnya. Hanya sekitar 21 persen responden yang meyakini sebaliknya.
“Jika kita melihat pandangan masyarakat terhadap kehidupan hingga usia 100 tahun, menjadi jelas bahwa Jepang adalah satu-satunya negara yang tidak melihat aspek positif dari era harapan hidup 100 tahun,” ujar Takashi Tanaka, salah satu peneliti dalam riset tersebut.
Aspek negatif yang cenderung menjadi fokus orang Jepang adalah khawatir bakal menjadi beban bagi orang lain saat menua. Apalagi mengingat banyaknya kesulitan yang bakal dihadapi orang berumur 100 tahun.
Penelitian serupa juga dilakukan di Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Jerman, dan Finlandia. Para responden dari negara lain sebenarnya juga memiliki kekhawatiran serupa, tetapi tingkat pesimisme orang Jepang yang paling tinggi.
Beberapa pengamat menduga pesimisme ini ada kaitannya dengan kebahagiaan hidup. Pasalnya, riset itu juga menunjukkan tingkat kebahagiaan hidup orang Jepang hanya 5,9 pada skala 1-10. Angka tersebut merupakan negara terendah di antara enam negara, China misalnya menjadi negara paling bahagia dengan skor 7,4 dari 10. Kemudian diikuti oleh Finlandia dengan 6,8 dan Jerman dengan 6,6.
“Melihat hasil survei, untuk meningkatkan kebahagiaan dan meningkatkan jumlah orang yang berpikir untuk menjalani kehidupan 100 tahun, merasakan kebahagiaan orang-orang di sekitar Anda sama pentingnya dengan memikirkan kebahagiaan Anda sendiri,” imbuh Tanaka.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihimpun World Population Review, Jepang termasuk sebagai salah satu negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia. Angka harapan hidup global pada 2023 rata-rata mencapai 73,4 tahun. Sementara, angka harapan hidup Jepang rata-rata mencapai 84,95 tahun.