Jakarta – Masjid Agung As Salafie Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang dibangun oleh ulama kharismatik Syekh Asnawi bin Syekh Abdurrahman kini berusia 138 tahun dan kondisinya masih terawat sampai sekarang.
“Masjid itu dibangun tahun 1886 atau setelah tiga tahun bencana letusan Gunung Krakatau tahun 1883,” kata Ustadz H Mumu Asnawi, cucu Syekh Asnawi yang menjadi Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung As Salafie, di Pandeglang, Kamis.
Masjid Agung As Salafie merupakan bukti sejarah penyebaran Islam di Provinsi Banten, bahkan di sekitar masjid tersebut terdapat empat lembaga pendidikan pondok pesantren khusus Al-Quran.
Saat ini, di Bulan Ramadhan 2024 menjadi tempat berbagai kegiatan keagamaan bagi warga setempat mulai buka bersama juga shalat berjamaah dan pengajian Al-Quran.
Mereka para jamaah itu setiap Ramadhan penuh untuk melaksanakan shalat tarawih dan pengajian Al Quran.
Kapasitas masjid tersebut untuk shalat Jumat bisa menampung 500 jamaah, selain warga pribumi juga dari luar daerah.
“Kami dan warga di sini tentu merawat dan melestarikan masjid itu,” kata Ustadz Mumu menambahkan.
Menurut dia, lokasi Masjid As Salafie itu pada zaman Kolonial Belanda sebagai tempat tinggalnya Demang atau Bupati Caringin.
Karena itu, lokasi masjid tersebut berada di Kampung Pedamangan atau tempat Bupati Caringin sebagai pusat Pemerintahan Kabupaten Banten Kulon.
Masjid Agung As Salafie didirikan kembali setelah masjid itu tersapu tsunami besar setelah letusan Gunung Krakatau pada 23 Agustus tahun 1883.
Masyarakat Caringin saat terjadi bencana letusan Gunung Krakatau yang disertai tsunami diperintahkan Syekh Asnawi bin Syekh Abdurrahman untuk mengungsi ke Desa Muruy Kecamatan Menes atau kurang lebih 15 kilometer.
Setelah bencana letusan Gunung Krakatau berakhir maka masyarakat kembali ke Caringin dan membangun masjid Agung As Salafie.
Masjid Agung As Salafie yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya kini beberapa kali dilakukan pemugaran.
Pemugaran pertama yang dilakukan tahun 1980 sampai 1986, menurut dia, mencakup renovasi atap dan lantai masjid serta penambahan generator air, kamar mandi, tempat wudhu, dan penampungan air.
Tahun 2000, ia melanjutkan, pemugaran kedua dilakukan untuk mengganti tiang soko guru serta kusen jendela dan pintu, pengecatan dinding, perbaikan mimbar dan tangga, serta penambahan ruang rapat.
Pemugaran ketiga yang dilakukan tahun 2005 mencakup pemasangan blok paving dan perbaikan halaman masjid.
Pada tahun 2021 pemugaran dilakukan untuk memperbaiki dinding ruangan utama masjid serta pengecatan ulang masjid.
Saat ini bangunan dan sarana pendukung Masjid Agung As Salafie masih dalam kondisi baik, termasuk mimbar dengan ukiran kaligrafi yang diperkirakan dibuat pada abad ke-18.
“Belum lama ini Masjid Agung As Salafie menjadi obyek penelitian selama satu pekan oleh tim dari cagar budaya Banten,” katanya.