Jakarta – Ketua Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, berharap Mahkamah Konstitusi dapat menjadi juru selamat demokrasi Indonesia.
Hal itu, disampaikan Todung seusai menghadiri Sidang Perdana Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Paslon Nomor Urut 2, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Menurut dia, masa depan masa depan demokrasi Indonesia kini bergantung pada kearifan dan kebijaksanaan serta sikap kenegarawan para hakim konstitusi.
Hal itu, terkait dengan dimulainya sidang PHPU yang diharapkan tidak hanya mempersoalkan selisih suara, tetapi juga mempertimbangkan berbagai pelanggaran yang terjadi di seluruh tahapan Pemilu 2024.
Dia menjelaskan, ada yang menanyakan mengapa pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengajukan gugatan ke MK padahal selisih perolehan suara dibandingkan dengan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sekitar 40%.
Hal itu seolah mengindikasikan bahwa paslon yang suaranya sedikit bahkan berselisih jauh dengan pemenang Pilpres yang telah ditetapkan KPU tidak perlu mengajukan permohonan PHPU ke MK.
Padahal, lanjut Todung, dalam demokrasi jangankan selisih suara yang besar, tetapi satu suara pun sangat berharga dan tidak boleh diabaikan.
“Kedaulatan rakyat adalah kunci kesuksesan pemilu dan pilpres. Kita tidak bisa menafikan bahwa banyak suara yang dikorbankan, yang tidak mendapat kesempatan untuk dihitung, bahkan ada juga yang digelembungkan,” ungkap Todung.
Dia mengungkapkan, bagi Ganjar-Mahfud gugatan yang diajukan ke MK bukan bertujuan menggugat kemenangan, tetapi lebih pada penegakkan hukum dan demokrasi atas pelanggaran pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Pak Ganjar dan Pak Mahfud sudah mengatakan ini bukan persoalah kalah atau menang, tapi persoalan demokrasi. Bagaimaka kita menyelamatkan demokrasi, bagaimana kita menyelamatkan republik, satu suara pun harus dihormati,” ujar Todung.
Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, lanjutnya, Indonesia tidak boleh mundur ke belakang, yakni di era sebelum reformasi.
Saat ini, penegakan hukum dan demokrasi yang menjadi cita-cita reformasi sedang terancam terkait penyelenggaraan Pemilu yang sarat pelanggaran TSM.
Gugatan yang diajukan paslon nomor urut 3 menjadi sebuah upaya untuk menegakkan demokrasi dan tuga MK untuk membereskan berbagai persoalan yang dilaporkan.
“Semua ini harus dibereskan dan MK adalah penjaga konstitusi yang mesti mengamankan konstitusi sekaligus demokrasi dan supremasi hukum. Inilah mimpi kita bersama, mudah-mudahan MK menjadi juru selamat kita semua,” kata Todung.
Pemungutan Suara Ulang
Dia menambahkan, dalil yang telah disampaikan paslon nomor urut 3 terkait permohonan PHPU meminta agar MK memutuskan dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Indonesia maupun luar negeri. Hal itu bukan berarti pemilu harus diulang.
Hal itu, lanjut Todung, dilandasi data di TPS yang tidak sinkron, bahkan temuan terkait pemilih yang tidak dapat menyalurkan hak suaranya.
Menurut dia, tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud menilai pelanggaran TSM yang dimulai dengan nepotisme yang melahirkan kolusi. Kemudian ada intervensi kekuasaan, penyalahgunaan bansos, kriminalisasi pejabat yang tidak mengikuti perintah dari kekuasaan, penurunan alat peraga kampanye paslon nomor urut 3, hingga intimidasi menjadi persoalan penyelenggaraan Pemilu yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
“Jangan lupa ada algoritma kekuasaan yang masuk ke algoritma IT, dan itu tidak bisa dideteksi karena KPU tidak bisa transparan. Inilah yang perlu diselidiki lebih lanjut dalam sidang di MK,” ujar Todung.