Jakarta – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD, optimistis para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki keberanian untuk membuat keputusan monumental (landmark decision).
Landmark decision adalah putusan yang dibuat sebagai precedent karena tidak ditampung peraturan yang ada. Keputusan monumental diyakini akan berdampak positif bagi MK di tengah citra lembaga ini yang terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya, ada hakim dan pegawai MK yang dijebloskan ke penjara, dan ada yang diberi sanksi Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena melanggar etik.
Padahal, pada tahun 2012, MK Indonesia termasuk 10 MK terbaik di dunia menurut Harvard Handbook karya Alex Tomsay. Buku itu mencatat MK Indonesia sebagai lembaga yudisial yang paling efektif.
“Saya harap MK sekarang ini bisa melakukan itu. Modalnya hanya satu, berani. Apa yang ditakuti? Putusan kita serahkan kepada hakim. Tetapi ini akan kita jadikan sebagai panggung teater untuk menunjukkan bahwa hukum itu seharusnya begini, bahwa moral mendasari setiap kegiatan penegakan hukum, dan kegiatan politik. Bukan soal prosedur semata-mata,” tegas Mahfud dikutip dari Podcast Prof Rhenald Kasali, Senin (25/3/2024).
Ketua MK periode 2008-2013 itu berharap para hakim di MK kini memiliki kesadaran dan kemauan untuk membuat putusan monumental di tengah keraguan publik terhadap MK.
Cawapres yang berpasangan dengan Capres Ganjar Pranowo itu mengatakan, siap mengajukan bukti dan saksi dalam persidangan di MK pada sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024.
Diketahui, tim hukum Ganjar-Mahfud yang diketuai Todung Mulya Lubis telah mendaftarkan gugatan hasil perolehan suara Pilpres 2024 ke MK, pada Sabtu (23/3/2024).
Batalkan Presiden Terpilih
Menurut Mahfud, yang juga mantan Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan, logika tuntutan atau permohonan yang diajukan sangat kuat dan logis serta didukung fakta pengadilan sebelumnya di beberapa negara yang membatalkan hasil pemilihan umum (pemilu).
“Didukung juga oleh sekurang-kurangnya tujuh negara yang sudah membatalkan keterpilihan seorang presiden misalnya di Kenya, Bolivia, Thailand, Ukraina. Tinggal hakim punya keberanian atau tidak? Kita akan adu argumen di pengadilan,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, jalur hukum ditempuh di MK untuk mencari kebenaran, bukan semata-mata kemenangan. Dan, kebenaran itu tidak harus melalui vonis hakim, tetapi pada kesadaran publik.
“Kalau hakimnya memutuskan berbeda menjadi soal lain karena ada faktor yang bisa mempengaruhi hakim, seperti faktor intervensi,” tukasnya.
Dia menekankan, proses hukum di MK akan menjadi edukasi bagi publik agar pada masa depan tidak timbul kepercayaan di kalangan generasi penerus bahwa jabatan politik sulit diraih orang yang hanya punya bakat dan keinginan.
Kalau melihat situasi saat ini, ujarnya, jabatan politik bisa diraih oleh seseorang yang dekat kekuasaan, berasal dari keluarga yang memiliki kekuasaan atau mempunyai teman yang sedang berkuasa. Faktor keuangan pun berperan.
“Kita tidak boleh membiarkan ada kesan di mata generasi muda untuk menjadi Presiden, Wapres, anggota DPR, menteri dan pejabat bisa ditempuh hanya kalau ada kekuasaan atau dekat kekuasaan dan punya uang. Kalau sekarang, jika tidak punya uang jangan berharap. Tidak dekat kekuasaan jangan berharap. Harus hilangkan kesan seperti ini, sehingga nilai etik dan moral dibangun agar tidak membahayakan masa depan kita,” pungkasnya.