Jakarta – Sedikitnya 74 advokat Kuasa Hukum pasangan capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, mengurus pendaftaran pengajuan permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tim Hukum Ganjar dan Mahfud menyampaikan lima gugatan terhadap hasil Pemilu 2024, terutama meminta MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran.
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menjelaskan, pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilu dilatarbelakangi pelbagai nepotisme dan abuse of power yang terjadi di seluruh Indonesia.
Hal ini, katanya, menjadikan Pilpres 2024 sebagai pengkhianatan terhadap UUD 1945 dan mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
“Penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sudah ditentukan hasilnya melalui cara-cara yang melawan hukum dan melanggar etika merupakan lonceng kematian bagi tatanan sosial-politik di Indonesia,” kata Todung, di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Menurut Todung, demi memastikan demokrasi bisa tetap ditegakkan di Negara Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pelindung demokrasi dan konstitusi perlu mengambil sikap tegas.
Sikap itu, jelas Todung, pertama mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 2, yang menjadi sumber dari segala nepotisme yang terjadi di Pilpres 2024. Kedua, melakukan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Todung menjelaskan, ada dua argumen yang digunakan dalam permohonan ini, yaitu terdapat pelbagai rupa pelanggaran prosedur dalam setiap tahapan Pilpres 2024.
Selain itu, terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) berupa nepotisme yang kemudian melahirkan abuse of power guna memenangkan Paslon nomor urut 2.
Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud mencatat pelanggaran prosedur dalam setiap tahapan Pilpres 2024.
Paling jelas, kata Todung, yakni penerimaan pendaftaran pasangan calon nomor urut 02 yang tidak memenuhi syarat dalam PKPU No. 19/2023. Pelanggaran selanjutnya terjadi beruntun, yaitu verifikasi yang tidak berdasarkan PKPU No. 19/2023.
Pada tahap kemudian, terdapat kejanggalan dan kesalahan data Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum 2024. Pada hari pemungutan suara, pelanggaran juga banyak terjadi, mulai dari ketidaksesuaian jadwal, hingga surat suara yang telah tercoblos.
Todung menyesalkan pelanggaran juga masih terjadi pasca-pemungutan suara. Misalnya, KPPS tidak memberikan C Hasil Salinan, hingga ketidaksesuaian jumlah Surat Suara dengan jumlah pemilih.
Lantas terdapat juga kejanggalan dan pelanggaran sesudahnya, sehingga membuat gaduh. Todung menuding terjadi pelanggaran yang pada intinya berupa penggunaan teknologi informasi yang problematika dan menyesatkan melalui penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
Disebutkan, ada 5 permasalahan pada Sirekap, yaitu persiapan yang tidak memiliki landasan hukum, algoritma input data penghitungan suara dalam masa persiapan menguntungkan Paslon nomor urut 2.
Selanjutnya, penggunaan Sirekap menghambat penyelenggaraan Pilpres 2024 dengan banyaknya kendala teknis yang dihadapi oleh penggunanya, dan memuat data-data keliru yang menguntungkan Paslon 02 dalam rekapitulasi, dan data yang ditampilkan melalui laman resminya mengalami perubahan tampilan tanpa alasan yang jelas.
Pelanggaran Bersifat TSM
Selain pelanggaran prosedur, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga mencatat sejumlah pelanggaran TSM yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi secara gamblang melaksanakan nepotisme. Pertama, nepotisme yang dilakukan jauh sebelum Pilpres 2024 Versi 23 Maret 2024, yakni persiapan pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta dalam Pilpres 2024 telah dimulai oleh Presiden Joko Widodo jauh sebelum Pilpres 2024 untuk menciptakan systemic support dari Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan, Anwar Usman sebagai Ketua MK Periode 2023-2028, pengangkatan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), hingga pemilihan dan pengangkatan ratusan Pj kepala daerah.
Selain itu, ada pula nepotisme yang dilakukan menjelang Pilpres 2024 Nepotisme yang dilakukan dilakukan menjelang Pilpres 2024 untuk memastikan bisa ikut sertanya Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta dalam Pilpres 2024 dilakukan melalui ikutnya Anwar Usman dalam Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 untuk memastikan terciptanya isi putusan yang membuka jalan Gibran Rakabuming Raka untuk mengajukan pendaftaran sebagai peserta Pilpres 2024.
Tidak berhenti di situ, nepotisme pun jadi jurus untuk memastikan kemenangan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Presiden Jokowi menginisiasi pelbagai pertemuan dengan pelbagai pihak dengan menggunakan posisinya sebagai presiden.
“Hal ini untuk menunjukkan posisinya yang mendukung Paslon Nomor Urut 2, dan memastikan dukungan terhadap paslon tersebut,” ungkap Todung.
Pelanggaran TSM selanjutnya adalah abuse of power dalam bentuk keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap Paslon Nomor Urut 2 yang juga jajaran aparatur di bawahnya, seperti aparatur daerah termasuk perangkat desa, Kepolisian Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia.
Todung menjelaskan, abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam konteks kebijakan dengan cara mempolitisasi bantuan social. Persebaran bantuan sosial yang dilakukan selama masa Pilpres 2024 yang dimotori Jokowi beserta jajaran dari pemerintah pusat.
Dalam konteks tindakan nyata, abuse of power juga dilakukan Jokowi dan jajaran aparatur negara. Presiden Jokowi melakukan mobilisasi terhadap seluruh alat kekuasaan seperti mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa untuk memastikan Paslon nomor urut 2 memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran.
Intimidasi dengan memanfaatkan Polri dan TNI untuk yang seharusnya melindungi rakyat. Polri dan TNI dijadikan alat untuk membungkam suara sumbang dan untuk memaksa agar pilihan dijatuhkan kepada Pasangan Calon Nomor Urut 02.
Todung menuturkan, seluruh rangkaian nepotisme dan abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebagaimana dijelaskan di atas adalah pelanggaran TSM.
“Pelanggaran tersebut berdampak secara meluas, bukan hanya karena melibatkan seluruh komponen pemerintahan dalam arti luas, tetapi juga menyebabkan Paslon nomor urut 2 dapat memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran,” tutup Todung.