Jakarta – Pemilihan Umum tahun 2024 merupakan sebuah momentum penting bagi Indonesia untuk menentukan masa depan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, di mana dalam pelaksanaannya harus dilakukan menurut Pasal 22e UUD 1945 yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Oleh karena itu, dalam menentukan hasil dari Pemilu 2024, tidak cukup hanya berfokus pada hasil pemungutan suara, melainkan harus juga mempertimbangkan secara menyeluruh kejadian, peristiwa, dan faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemungutan suara dalam Pemilu 2024, baik yang timbul sebelum, pada saat, maupun setelah hari pemungutan suara.
Pernyataan itu disampaikan Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud dalam siaran pers penolakan penetapan hasil pemungutan suara Pemilihan Presiden dalam Pemilu 2024.
Deputi hukum TPN Ganjar Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa Pemilu 2024 diwarnai dengan berbagai pelanggaran maupun kecurangan, bahkan bisa dikatakan kejahatan, yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif, baik yang terjadi sebelum, pada saat, maupun setelah hari pemungutan suara.
“Sebelum pemungutan suara, kecurangan telah terjadi dimulai dari bagaimana Mahkamah Konstitusi memberikan karpet merah untuk cawapres 02, Gibran Rakabuming Raka, melalui Putusan MKRI No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini kemudian dinyatakan melanggar etika berat yang membuat hakim konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi. Putusan inilah yang melahirkan ‘nepotisme’ yang selanjutnya mengakibatkan berbagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Presiden Joko Widodo guna memenangkan Paslon 02 dalam 1 putaran,” kata Todung.
Dimulai dari politisasi bantuan sosial (pork barrel politics), berbagai bentuk intimidasi dan kriminalisasi oleh aparat negara, hingga pemanfaatan Pj Kepala Daerah untuk pemenangan Paslon 02. Selain abuse of power tersebut, Pemilu 2024 juga diwarnai oleh berbagai pelanggaran prosedur, seperti penerimaan pendaftaran Paslon 02 oleh KPU yang tidak memenuhi syarat dalam PKPU No. 19/2023. Dalam hal ini ketua KPU telah dijatuhi peringatan berat terakhir oleh DKPP. Peringatan yang sebetulnya telah diberikan beberapa kali. Alih-alih diberhentikan, ketua KPU masih tetap menjabat.
Pada saat pemungutan suara, terjadi berbagai pelanggaran prosedur Pemilu 2024. Dimulai dari ketidaksesuaian jadwal pemungutan suara, kekurangan surat suara, kurangnya sosialisasi di KPPS, hingga surat suara yang telah tercoblos. Setelah pemungutan suara, kita juga dihebohkan oleh aplikasi SIREKAP yang menimbulkan berbagai kekacauan informasi hingga dugaan adanya algoritma yang sengaja dibuat untuk menguntungkan Paslon 02.
Todung menegaskan, atas dasar hal tersebut, TPN Ganjar-Mahfud dengan ini menolak dengan tegas Keputusan KPU No. 360 Tahun 2024 terkait Hasil Pemilihan Umum 2024 tanggal 20 Maret 2024.
Dalam hal ini, TPN Ganjar-Mahfud akan mengajukan pembatalan keputusan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi melalui permohonan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Kami akan meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan diskualifikasi terhadap Paslon 02 dan memerintahkan KPU untuk melakukan pemilihan umum ulang di seluruh Indonesia tanpa partisipasi Paslon 02,” tegas Todung.