Jakarta – Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menyebut, loyalis Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai penjilat karena mengusulkan pembentukan Barisan Nasional, yang merupakan koalisi permanen parpol pengusung pemerintahan.
Ide pembentukan Barisan Nasional yang rencananya akan diketuai Jokowi setelah tidak lagi menjabat presiden, digaungkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Adapun saat ini, paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraup suara terbanyak pada versi perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Paslon ini didukung Koalisi Indonesia Maju yang terdiri atas, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, dan Partai Demokrat.
Menurut Ikrar, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang tidak mengenal koalisi, melainkan kerja sama antar parpol.
Adapun, Barisan Nasional dikenal pada sistem.pemerintahan yang dianut Malaysia, merupakan gabungan parpol yang menggabungkan tiga etnis di negara tersebut yakni Melayu, India, dan Tiongkok.
“Apakah Indonesia mau jadi seperti Malaysia? Apakah bangunan masyarakat Indonesia seperti itu? Local people jauh lebih banyak dibanding pembagian wilayah berdasarkan etnis,” ujarnya dikutip dari kanal Youtube Bambang Widjojanto, Rabu (20/3/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan, usulan pembentukan Barisan Nasional mengandung dua makna. Pertama, loyalis Jokowi sedang menjilat. Kedua, loyalis eks Wali Kota Solo itu juga sedang membuat kultur pemerintahan Jawa, dalam konsep kekuasaan budaya Jawa tidak boleh ada matahari kembar.
“Kekuasaan tunggal dan tidak ada bagi-bagi. Maka tidak ada oposisi, maka pemenang pilpres akan menyerap semua kelompok yang berbeda untuk masuk ke koalisi besar. Ini dilakukan Jokowi pada 2019,” tukasnya
Dalam konsep Barisan Nasional yang diwacanakan, pemimpin koalisi besar adalah Jokowi.
“Ini bahaya. Untuk mencegah Indonesia menjadi negara otoritarian dan fasis maka rakyat harus bergerak tetapi bukan gabungan mahasiswa dan guru besar yang dekstruktif,” ujarnya.
Perihal gerakan kampus yang terjadi di beberapa tempat, Ikrar mengatakan, Jokowi bisa saja melihat para guri besar dan dosen sebagai partisan, tapi kampus bukan cuma tempat menimba ilmu, mereka juga mengajarkan etika dan moral.
“Ini akan masuk dalam sejarah Indonesia, kampus bukan cuma tempat buat dosen dan guru besar duduk di menara gading tapi mereka turun ke jalan,” pungkas dia.