Purwokerto – Dalam tradisi Jawa, ‘tapa pepe’ atau tapa jemur merupakan kegiatan duduk bersila di bawah sinar matahari sebagai bentuk unjuk rasa atau penyampaian pendapat. Tapa pépé’ dilakukan oleh rakyat ketika penguasa atau pemerintah membuat suatu kebijakan yang tidak adil atau tidak disukai oleh rakyat. Tapa pépé umumnya dilakukan di alun-alun ini.
Rabu, 6 Maret 2024, belasan warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat menggelar tapa pepe di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan masyarakat atas kemunduran demokrasi dengan banyaknya indikasi kecurangan dalam Pemilu 2024.
Sesuai dengan namanya, aksi tapa pepe ini diawali dengan berjemur di bawah terik matahari. Mereka duduk sambil membaca puji-pujian atau zikir sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Beberapa di antaranya menyampaikan orasi secara bergantian.
Peserta aksi juga membawa berbagai macam poster berisi kritik kepada pemerintah dan penyelenggara Pemilu. Aksi ini diakhiri dengan makan bersama dengan menu tiwul, singkong rebus dan umbi-umbian lainnya. Menu ini sengaja dipilih sebagai pengganti beras yang kini harganya melonjak.
Koordinator Lapangan Aliansi Rakyat Menggugat Kabupaten Banyumas Bayu Aji mengatakan unjuk rasa tersebut merupakan bagian dari gerakan nasional yang digelar di berbagai daerah sebagai bentuk aksi keprihatinan atas mundurnya proses demokrasi di Indonesia
Kendati tidak melibatkan banyak orang, dia mengatakan unjuk rasa tersebut sebagai bentuk peringatan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan dengan baik dan berhati-hati.
“Dalam artian, kami memantau sebagai rakyat. Kami memantau dimana ada ketidakberesan, ada kecurangan, dan kami merasa tidak puas atas proses pemilu yang memang sudah berjalan di tahun 2024,” katanya.
Menurut dia, unjuk rasa tersebut diisi dengan tapa pepe yang merupakan bentuk keprihatinan masyarakat Banyumas yang saat ini berada di bawah terik matahari dengan melakukan puji-pujian dan zikir.
“Mereka berdoa dengan keyakinan mereka masing-masing agar ke depan proses demokrasi yang selama ini terjaga dengan baik, semoga tidak mundur dalam artian masyarakat ke depan tidak akan dikecewakan,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, perwakilan pengunjuk rasa akan menyampaikan petisi kepada DPRD Kabupaten Banyumas untuk diteruskan ke DPR RI.
Ia mengatakan inti dari petisi tersebut di antaranya menolak hasil Pemilu 2024, mendukung penggunaan hak angket oleh DPR RI, dan pemakzulan Presiden Joko Widodo
Menurut Bayu, hal itu dilatarbelakangi oleh proses demokrasi dalam Pemilu 2024 yang dinilai gagal, sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
“Misalnya proses Sirekap yang error, belum lagi proses quick count yang kami anggap start-nya terlalu cepat tiba-tiba di angka 50 persen, dan masih banyak lagi,” katanya.
Lebih lanjut, Bayu mengatakan prosesi tapa pepe akan berlangsung hingga perwakilan pengunjuk rasa yang menyampaikan petisi diterima oleh DPRD Kabupaten Banyumas.
Menurut dia, pihaknya juga membawa tumpeng yang terbuat dari tiwul sebagai simbol harga beras yang saat sekarang relatif mahal.
“Jadi, hari ini kami pesta tiwul, ada boled (singkong, red.), dan muntul (ubi jalar, red.),” katanya.
Sementara saat hendak menyampaikan petisi, tujuh orang perwakilan pengunjuk rasa berjalan mundur menuju Gedung DPRD Kabupaten Banyumas di kompleks Pendopo Sipanji, dan salah seorang di antaranya membawa tumpeng tiwul.
Selanjutnya petisi beserta tumpeng tiwul tersebut diserahkan kepada Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan.
Setelah penyerahan petisi usai, massa yang melakukan tapa pepe mengakhiri aksinya dan selanjutnya mereka bersama-sama menikmati tiwul maupun singkong dan ubi jalar di sekitaran Alun-Alun Purwokerto sebelum meninggalkan lokasi unjuk rasa.