Jakarta – Sebuah penelitian yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa mendapati Pemilu 2024 meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental pada masyarakat. Peneliti dari Kaukus Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH mengungkapkan prevalensi kecemasan tingkat sedang hingga berat masyarakat Indonesia pasca Pemilu berada di angka 16 persen. Sedangkan prevalensi depresi sedang-berat sebesar 17,1 persen. Padahal tingkat prevalensi kecemasan masyarakat sebelum Pemilu 9,8 persen sedangkan depresi berada di angka 6 persen.
“Terdapat hubungan yang sangat erat dan signifikan antara proses Pemilu dengan kecemasan dan depresi masyarakat,” kata Ray dalam sebuah diskusi media di Jakarta Selatan (28/2).
Penyebab dari kecemasan dan depresi ini, lanjut Ray, adalah konflik dalam diri untuk menentukan pilihan, konflik eksternal yang berkaitan dengan perbedaan pilihan politik, dan tekanan dalam menentukan calon tertentu. Bentuk tekanan yang dialami berupa ajakan, seruan, paksaan, hingga kiriman media sosial untuk memilih calon tertentu.
“Siapa yang melakukan penekanan? Ternyata mayoritasnya adalah keluarga. Ada juga dari rekan kerja dan tim kampanye, tapi itu minor,” jelasnya.
Berdasarkan jumlah, sebanyak 3 dari 10 responden yang selama proses Pemilu 2024 mengalami konflik diri, konflik dengan pihak lain, dan mendapat tekanan dalam memilih calon tertentu, secara signifikan mengalami kecemasan sedang-berat. Hal tersebut membuat risiko kecemasan sedang hingga berat meningkat hingga 2,6 kali sampai 3 kali lipat.
Sementara untuk depresi, sebanyak 31 persen responden dengan konflik diri mengalami depresi sedang-berat, dengan tingkat risiko mencapai 2,5 kali lipat. Sebanyak 25 persen responden yang memiliki konflik dengan pihak lain terkait proses pemilu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hampir 2 kali lipat. Kemudian, 40 persen responden yang mendapatkan tekanan dalam memilih calon tertentu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hingga 3,3 kali lebih besar untuk mengalami depresi.
“Kecemasan dan depresi ini adalah indikator awal gangguan kesehatan jiwa,” tandasnya.