Jakarta – Dokter spesialis kedokteran kelautan, konsultan penyelaman dan hiperbarik di RSUD Kepulauan Seribu dr. Soeprihadi Soedjono, Sp.KL, Subs Sp. P.H(K) mengatakan terapi oksigen hiperbarik bisa membantu menyelamatkan luka diabetes sehingga mencegah kaki pasien diamputasi sekaligus meningkatkan kebugarannya.
“Diabetes, selain diberikan obat-obatan diabetes oleh dokter spesialis penyakit dalam, biasanya untuk kebugarannya dimasukkan ke hiperbarik ‘chamber’, terutama yang ada luka di kaki,” ujarnya saat diskusi daring yang digelar Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi DKI Jakarta, Rabu.
Terkait luka diabetes, dokter yang biasa disapa Didi itu mengatakan terapi oksigen hiperbarik bekerja dengan menyerang kuman-kuman anaerob atau kuman yang berkembang cepat bila tak ada oksigen dan karenanya pasien dengan luka ini terselamatkan dari risiko amputasi.
“Karena kuman-kuman gangren (luka diabetes) adalah kuman yang anaerob. Nah, ini banyak kasus gangren diabetes terselamatkan dengan tambahan hiperbarik karena kumannya jadi mati,” kata dia.
Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) atau kerap disebut hiperbarik okisgen terapi (HBOT) merupakan metode pengobatan yang dilakukan di dalam suatu ruangan bernama ruang udara bertekanan tinggi (RUBT), yakni lebih dari satu atmosfer atau lebih tinggi dari tekanan udara normal yang biasanya hanya satu atmosfer.
Di dalam ruangan itu, pasien mendapatkan oksigen 100 persen.
“Di dalam ada pendamping pasien. Pasien diberikan oksigen melalui masker bernama ‘built in breathing systems’ (BIBS), yakni sifatnya kalau dibuka saja tidak akan ada oksigen lepas, kalau dihirup baru ada oksigen yang masuk ke saluran pernapasan seperti halnya masker untuk penyelam,” jelas Didi.
Dia lalu menjelaskan tekanan diberikan lebih tinggi dari satu atmosfer agar transportasi oksigen ke seluruh jaringan lebih bagus dan oksigen yang diberikan murni 100 persen atau lebih baik ketimbang udara biasa.
“Tentunya kita ambil oksigen yang murni dibanding memberikan udara biasa. Kalau udara biasa kadar oksigennya hanya 21 persen, sisanya adalah nitrogen. Jadi, lebih optimal kalau diberikan oksigen yang 100 persen,” kata Didi.
Secara umum, pemanfaatan terapi oksigen hiperbarik terbagi menjadi dua aspek yakni untuk mengatasi kasus-kasus penyakit akibat penyelaman misalnya dekompresi (DCS) yakni disebabkan gelembung gas yang menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan organ.
Selain itu, terapi juga bisa diberikan untuk penyakit klinis seperti diabetes, keracunan karbon monoksida (CO), tuli mendadak hingga terapi anti-penuaan.
Di Indonesia, terapi oksigen hiperbarik bisa ditemukan antara lain di RSUD Kepulauan Seribu dan Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo.