Bogor – Masyarakat Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengaku resah dengan tingginya harga kebutuhan pokok. Namun yang paling dikeluhkan saat ini adalah harga beras yang belum juga menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Menurut beberapa pedagang, kenaikan harga beras sudah terjadi beberapa bulan terakhir. Situasi ini diakuinya cukup memberatkan pedagang dan pembeli.
“Omzet penjualan mengalami penurunan karena masyarakat harus menyesuaikan daya beli. Apalagi pada saat yang hampir bersamaan, beberapa harga bahan pokok lain juga mengalami kenaikan. Mereka yang biasanya beli lima liter, sekarang hanya beli 2-3 liter. Kalaupun ada yang tetap beli lima liter, kualitas berasnya yang diturunkan,” kata Yanto, pedagang beras di pasar lama Ciampea.
Perihal tingginya harga beras menjadi pertanyaan tersendiri bagi Kartika. Wanita yang sudah lama menjadi pedagang beras ini bingung, karena situasi yang terjadi agak anomali.
“Biasanya harga beras hanya naik menjelang hari raya (Lebaran atau Natal). Beberapa tahun terakhir, lonjakan harga bisa ditekan pemerintah dengan menambah pasokan. Tapi tahun ini sepertinya berbeda. Harga beras tetap tinggi, meski beras impor sudah masuk pasar,” katanya.
Ia kemudian menunjukkan beberapa kotak kayu berisi beras di bagian depan tokonya.
“Lihat, yang di sini sampai sana adalah beras lokal. Tapi yang di ujung itu adalah beras Bulog yang berasal dari Thailand. Sebelum beras itu masuk, harga beras sudah tinggi. Tapi setelah beras itu masuk, harga tetap tinggi. Ada apa ini?” tanyanya.
Tingginya harga beras memang membuat masyarakat harus memutar otak. Seorang warga bernama Yayah mengaku situasi ini membuatnya pusing mengelola keuangan keluarga.
“Saya tetap membeli beras dengan jumlah yang sama. Yang dikurangi adalah uang jatah lauk. Sejak harga beras naik, suami saya jadi lebih sering ke kebun untuk mencari sayuran di sana. Minimal jadi ada teman nasi,” katanya.
Menurut Kartika, situasi yang terjadi saat ini diakibatkan kesalahan kebijakan yang diambil pemerintah. Saat harga beras naik, mustinya pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai daripada beras. Karena dengan diberi beras, harga beras di tingkat pedagang tetap tinggi. Sementara jika bantuan diberikan dalam bentuk uang tunai, masyarakat bisa membelanjakannya untuk berbagai barang kebutuhan lain. Semisal telur, minyak goreng, dan barang sembako lain. Dengan begitu, harga barang kebutuhan pokok di pasar bisa menurun.
“Iya. Ingat lho, harga minyak goreng saat ini masih belum turun. Sembako tidak hanya beras. Minyak goreng juga,” timpal seorang pembeli yang mendengar percakapan itu.